Suara Bersama

Kejagung Sita Uang Suap dari Hakim Djuyamto dalam Skandal Vonis Lepas CPO

Jakarta, Suarabersama.com – Djuyamto, salah satu tersangka dalam kasus dugaan suap terkait vonis lepas pada perkara korupsi ekspor crude palm oil (CPO), telah mengembalikan uang senilai Rp2 miliar ke Kejaksaan Agung (Kejagung). Uang tersebut merupakan bagian dari dugaan suap yang diterimanya.

Penyerahan uang dilakukan melalui kuasa hukum Djuyamto pada Rabu siang (11/6/2025), dan diterima langsung oleh penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus).

“Penyidik Jampidsus hari ini menerima juga melakukan penyitaan uang sejumlah Rp2 miliar dari salah seorang tersangka DJU (Djuyamto),” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, saat menyampaikan keterangan pers di Gedung Bundar, Kejagung.

Harli berharap penyerahan uang suap tersebut akan mempercepat proses pembuktian di pengadilan, khususnya dalam mengungkap praktik pemberian vonis lepas secara transparan.

“Mudah-mudahan prosesnya bisa lebih cepat lagi untuk proses persidangannya,” lanjutnya.

Dalam pengembangan kasus ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan delapan tersangka yang diduga terlibat dalam praktik suap dan gratifikasi untuk memengaruhi vonis dalam perkara ekspor minyak sawit periode 2021–2022.

Delapan orang tersebut mencakup Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta; dua pengacara yakni Marcella Santoso dan Ariyanto; serta Wahyu Gunawan, Panitera Muda dari PN Jakarta Utara.

Selain itu, tiga hakim yang diduga memberi vonis lepas, yakni Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom, juga ditetapkan sebagai tersangka. Satu tersangka lainnya berasal dari pihak korporasi, yaitu Muhammad Syafei yang menjabat sebagai Head of Social Security and License di Wilmar Group.

Direktur Penyidikan pada Jampidsus, Abdul Qohar, menjelaskan bahwa total nilai suap dalam perkara ini mencapai Rp60 miliar. Dana tersebut diketahui berasal dari tim legal Wilmar Group, dan diberikan setelah muncul sinyal dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat bahwa perkara perlu segera ditangani karena potensi hukuman dari hakim bisa lebih berat dari tuntutan jaksa.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

4 + 4 =