Jakarta, Suarabersama.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap bahwa PT Sritex memperoleh dana kredit dari Bank BJB dan Bank DKI secara bertahap sepanjang tahun 2020. Nilai kerugian negara ditaksir mencapai Rp692 miliar.
“Untuk pemberian kredit yang di BJB, itu ada dua kali ya, 16 Maret 2020, itu senilai Rp200 miliar. Dan 11 September 2020 senilai Rp350 miliar,” ujar Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar saat memberi keterangan di Jakarta, Jumat, 23 Mei 2025.
Harli menjelaskan bahwa pada bulan Oktober 2020, Bank DKI menyalurkan dana sebesar Rp150 miliar kepada Sritex. Namun dari dua lembaga keuangan tersebut, hanya Bank DKI yang menerima pembayaran cicilan.
“Sedangkan kalau yang di BJB, itu sampai Rp540 miliar lebih. Karena belum pernah mencicil, dan itu akan diperhitungkan dengan bunga. Makanya outstandingnya lebih tinggi,” lanjut Harli.
Terkait perkara ini, Kejagung telah menetapkan tiga individu sebagai tersangka. Mereka adalah Iwan Setiawan Lukminto (ISL), Komisaris Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex); Zainuddin Mappa (ZM), mantan Direktur Utama Bank DKI; serta Dicky Syahbandinata (DS), Pimpinan Divisi Komersial dan Korporasi Bank BJB.
Kejagung menjelaskan bahwa kasus bermula dari pemberian fasilitas kredit kepada Sritex oleh sejumlah bank milik pemerintah, dengan total utang yang belum dibayar mencapai Rp3,5 triliun. Kredit itu berasal dari Bank Jateng, Bank BJB, Bank DKI, dan sekitar 20 bank swasta lainnya.
Dalam penyelidikan, penyidik menemukan adanya dugaan pelanggaran hukum dalam proses piutang tersebut. Negara diperkirakan mengalami kerugian sebesar Rp692,9 miliar dari keseluruhan kredit yang belum dilunasi.



