Jakarta, Suarabersama.com – Presiden Prabowo Subianto meminta semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) bekerja dengan lebih teliti dan cermat. Ia menilai program strategis ini penting untuk masa depan sumber daya manusia Indonesia, namun juga memiliki risiko tinggi di lapangan.
“Ini adalah program strategik, program untuk investasi SDM masa depan dan ini sangat riskan dengan hal-hal yang akan terjadi di lapangan,” ujar Prabowo dalam rapat koordinasi di Hambalang.
Peringatan itu disampaikan menyusul laporan capaian dari Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana. Ia menyebut bahwa hingga April 2025, program MBG telah menjangkau 3 juta penerima. Selanjutnya, pada periode Mei hingga Agustus, target akan meningkat menjadi 6 juta penerima.
Namun, keberhasilan capaian ini diwarnai oleh sejumlah kasus keracunan makanan di sekolah, yang menimbulkan kekhawatiran publik dan memicu evaluasi menyeluruh. Salah satunya terjadi di Cianjur, Jawa Barat, di mana 21 siswa MAN 1 mengalami mual, muntah, dan pusing setelah menyantap makanan MBG. Kasus serupa juga terjadi di SD Negeri 33 Kasipute, Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara.
Menanggapi hal ini, Kepala BGN, Dadan Hindayana, menegaskan bahwa kasus keracunan tersebut menjadi bahan evaluasi serius bagi seluruh pemangku kepentingan. Dalam rapat evaluasi bersama Presiden Prabowo, Dadan mengakui bahwa Satuan Pelayanan Pemilihan Gizi (SPPG) menghadapi tantangan besar dalam menjamin kualitas dan kebersihan makanan.
Sebagai langkah antisipasi, BGN akan memperketat prosedur penyediaan makanan MBG, termasuk dalam proses distribusinya. Seleksi mitra penyedia makanan akan diperketat, dan infrastruktur program MBG yang dibangun oleh berbagai pihak akan diawasi secara ketat melalui supervisi rutin.
“Target kami jelas: tidak boleh ada lagi kasus keracunan. Ini menyangkut kesehatan anak-anak dan kredibilitas program,” ujar Dadan.
Insiden-insiden ini mendorong berbagai pihak menyerukan penguatan pengawasan di lapangan, peningkatan kapasitas mitra penyedia makanan, dan pentingnya akurasi data serta transparansi dalam pelaksanaan program nasional ini.
(HP)



