Jakarta, Suarabersama.com – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menjelaskan alasan di balik kebijakan pemblokiran rekening dormant atau rekening tidak aktif dalam jangka waktu tertentu. Langkah ini dilakukan untuk mencegah penyalahgunaan rekening oleh pelaku kejahatan keuangan.
Koordinator Kelompok Substansi PPATK, M. Natsir Kongah, dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (31/7), menyebutkan bahwa rekening dormant kerap dijadikan sarana tindak pidana, seperti pencucian uang, jual beli rekening, transaksi narkotika, hingga korupsi. Bahkan, beberapa rekening dormant disalahgunakan oleh pihak internal bank maupun pelaku kejahatan eksternal tanpa sepengetahuan pemilik.
“Dana pada rekening dormant diambil secara melawan hukum, baik oleh internal bank maupun pihak luar, terutama jika rekening tersebut tidak pernah dilakukan pengkinian data nasabah,” ujar Natsir.
Menurutnya, pemblokiran rekening dormant merupakan langkah pencegahan agar dana nasabah tetap aman dan tidak digunakan untuk aktivitas ilegal. PPATK mendorong bank dan nasabah untuk melakukan verifikasi ulang demi perlindungan kepentingan hukum dan keuangan masyarakat.
“Tujuan utamanya adalah memastikan rekening tidak disalahgunakan dan pemilik sah tetap terlindungi,” tegas Natsir.
PPATK juga merekomendasikan seluruh sektor perbankan untuk memperketat pengelolaan rekening dormant, termasuk peningkatan kebijakan Know Your Customer (KYC) dan penerapan Customer Due Diligence (CDD) secara menyeluruh.
Sebagai bentuk imbauan kepada masyarakat, Natsir mengingatkan pentingnya merespons notifikasi rekening dormant. “Segera hubungi pihak bank untuk verifikasi. Rekening tidak aktif bisa menjadi celah kejahatan. Jaga rekening Anda, jaga Indonesia dari kejahatan keuangan,” serunya.
Menariknya, langkah tegas PPATK dalam mengendalikan rekening dormant juga berdampak signifikan pada penurunan transaksi ilegal. Salah satunya, penurunan drastis transaksi judi online (judol) di Indonesia. “Deposit judi online turun tajam hingga 70 persen, dari sebelumnya lebih dari Rp5 triliun menjadi sekitar Rp1 triliun,” ungkap Natsir.
Dengan hasil tersebut, PPATK menegaskan komitmennya dalam menutup celah keuangan ilegal dan memperkuat perlindungan sistem keuangan nasional dari ancaman kejahatan terorganisir.
(HP)



