Jakarta, Suarabersama.com – Beberapa anggota Komisi III DPR memberikan tepuk tangan ketika Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, menyatakan niatnya untuk menghentikan operasi tangkap tangan (OTT) apabila ia terpilih menjadi Ketua KPK
Johanis Tanak, yang mengikuti uji kelayakan dan kepatutan sebagai calon pimpinan KPK untuk periode 2024-2029, mengungkapkan pandangannya mengenai operasi tangkap tangan (OTT). Dalam presentasinya, Tanak menilai bahwa konsep OTT tidak sesuai dengan terminologi maupun ketentuan yang diatur dalam KUHAP.
“Seandainya bisa jadi, mohon izin, jadi ketua, saya akan tutup, close. Karena itu tidak sesuai pengertian yang dimaksud dalam KUHAP,” kata Tanak disambut tepuk tangan para anggota dewan.
Tanak, yang telah menjabat sebagai Wakil Ketua KPK sejak 2022, menilai bahwa definisi operasi tangkap tangan (OTT) kurang tepat secara terminologi. Mengacu pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ia menjelaskan bahwa “operasi” merujuk pada serangkaian kegiatan yang direncanakan, seperti tindakan yang dilakukan oleh seorang dokter.
Di sisi lain, berdasarkan KUHAP, tertangkap tangan mengharuskan adanya penangkapan yang berlangsung spontan dan tanpa perencanaan sebelumnya.
Selain itu, dia menjelaskan konsep OTT sebagaimana berlaku saat ini juga dilakukan berdasarkan surat perintah. Artinya, kata dia, hal itu sudah direncanakan.
“Nah kalau ada suatu perencanaan operasi itu, terencana, satu dikatakan suatu peristiwa itu ditangkap, ini suatu tumpang tindih. Itu tidak tepat. Ya menurut hemat saya OTT itu tidak tepat,” katanya.
Anggota Komisi III DPR dari NasDem, Rudianto Lallo pada kesempatan itu meminta pendapat Tanak soal konsep OTT. Dia merujuk pernyataan salah seorang pejabat tinggi negara yang menyebut OTT kampungan.
“Apakah OTT untuk ke depan ini masih relevan untuk Pak Johanis Tanak atau seperti apa? Karena begitu banyak org yg sudah di OTT, begitu banyak orang yang keluar masuk penjara, tapi rasa-rasanya tidak ada efek jera,” kata Lallo.
“Ataukah misalkan ke depan Pak Johanis Tanak lebih lebih fokus pada pengembalian kerugian negara,” imbuhnya.
Johanis Tanak saat ini masih menjadi wakil ketua KPK. Ia mulai Oktober 2022 menggantikan Lili Pintauli Siregar yang mengundurkan diri karena skandal dugaan gratifikasi dari PT Pertamina terkait akomodasi dan tiket menonton MotoGP Mandalika.
Awalnya dia gugur dalam uji kelayakan dan kepatutan Capim KPK periode 2019-2024 di DPR RI.
Pemilihan Johanis Tanak sebagai pengganti Lili Pintauli Siregar mengundang kritikan sejak awal. Pasalnya, Johanis sempat mengusulkan mengusulkan koruptor bisa mendapat jaminan tak diproses secara hukum dengan syarat mengembalikan tiga kali lipat kerugian negara yang disebabkan oleh tindakannya.
Dalam uji kelayakan dan kepatutan pada 2019, Johanis juga mendapatkan kritikan karena sepakat dengan revisi Undang-Undang KPK. Dia saat itu sepakat dengan pembentukan Dewan Pengawas dan pemberian kewenangan untuk menerbitkan Surat Perintah Penghentian Perkara (SP3).
Johanis Tanak menjadi salah satu sosok yang ramai diperbincangkan dalam proses seleksi calon pimpinan KPK periode 2024-2029. Sebelumnya, ia sempat tersandung kasus dugaan pelanggaran etik, meski pada akhirnya dinyatakan tidak bersalah.
Kasus ini bermula dari percakapan antara Johanis Tanak dan pejabat Kementerian ESDM, Muhammad Idris Froyoto Sihite, yang viral di media sosial. Isi chat tersebut, salah satunya berbunyi “bisalah kita cari duit,” memicu perhatian publik.
Idris Sihite sendiri pernah diperiksa oleh KPK dalam kasus korupsi tunjangan kinerja (tukin) di lingkungan Dirjen Minerba Kementerian ESDM. Selain itu, ia juga dikaitkan dengan dugaan kebocoran dokumen penyelidikan KPK.
Johanis menjelaskan bahwa percakapan itu terjadi sebelum ada perintah penyelidikan. Ia juga mengaku tidak mengetahui bahwa Idris sudah menjabat sebagai Plh. Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba), karena saat itu ia masih mengira Idris menjabat sebagai Kepala Biro Hukum Kementerian ESDM.