Jakarta, Suarabersama.com – Sinta Nuriyah, istri Presiden ke-4 Republik Indonesia, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), menuntut rehabilitasi nama dan martabat Gus Dur, termasuk pembaruan kurikulum pendidikan, setelah Ketetapan MPR Nomor II/MPR/2001 dicabut. Sinta menyatakan bahwa TAP MPR tersebut menjadi penghalang besar bagi keluarga mereka, karena memberikan kesan bahwa Gus Dur sebagai pelanggar konstitusi, padahal ia dikenal sebagai Bapak Pluralisme.
“Seluruh bentuk publikasi, baik buku pelajaran maupun literatur lain yang berkaitan dengan penurunan Gus Dur berdasarkan TAP MPR harus ditarik dan direvisi,” kata Sinta, seperti yang dilansir pada Senin, 30 September 2024.
Ia menegaskan bahwa tuduhan terhadap Gus Dur tidaklah benar dan yakin bahwa banyak ahli hukum tata negara yang bisa membuktikan bahwa suaminya mengalami kudeta parlementer. “Banyak pakar hukum tata negara yang dapat bersaksi bahwa Gus Dur telah menjadi korban kudeta parlementer, mengingat Indonesia tidak menganut sistem demokrasi parlementer, melainkan sistem presidensial,” jelasnya.
Sinta menekankan bahwa tuduhan yang dialamatkan kepada Gus Dur dilakukan melalui prosedur yang keliru, dan hingga saat ini, tidak ada satu pun dari tuduhan tersebut yang terbukti. Meskipun menyadari bahwa permintaan rehabilitasi ini tidaklah mudah, ia berharap pencabutan TAP MPR Nomor II/MPR/2001 dapat menjadi langkah awal menuju landasan hukum yang lebih baik untuk pemulihan nama baik Gus Dur di masa depan.
(HP)



