Jakarta – Ketegangan diplomatik antara Kolombia dan Israel semakin memanas setelah pasukan Israel (IDF) mencegat dan menculik kapal-kapal Global Sumud Flotilla (GSF) di perairan internasional saat menuju Jalur Gaza, Rabu (1/10) malam pukul 20.30 waktu setempat.
Dalam aksi tersebut, IDF membawa paksa sejumlah aktivis internasional, termasuk dua warga Kolombia, Manuela Bedoya dan Luna Barreto, serta aktivis lingkungan asal Swedia, Greta Thunberg, ke pelabuhan Israel. Konvoi GSF sendiri terdiri dari sedikitnya delapan kapal, yakni Deir Yassine/Mali, Huga, Spectre, Adara, Alma, Sirius, Aurora, dan Grande Blue.
Presiden Kolombia Gustavo Petro langsung merespons keras dengan mengusir seluruh diplomat Israel dari negaranya. Melalui pernyataan resmi, Petro menegaskan bahwa Israel telah melakukan “kejahatan internasional baru” dengan menculik aktivis di perairan internasional. Kolombia pun menuntut pembebasan segera dua warganya yang ditahan.
Tak hanya itu, Petro juga mengumumkan penghentian sepihak kesepakatan perdagangan bebas (FTA) dengan Israel yang berlaku sejak 2020. Keputusan tersebut memperburuk hubungan kedua negara yang sudah renggang sejak setahun lalu akibat agresi Israel ke Jalur Gaza.
Sikap tegas Petro terhadap Israel sebenarnya konsisten sejak Sidang Majelis Umum PBB September lalu, ketika ia menuduh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu melakukan “genosida.” Dalam kesempatan yang sama, ia juga menuding Presiden AS Donald Trump bersekongkol dalam tindakan tersebut.
Petro bahkan ikut turun ke jalan dalam aksi demonstrasi pro-Palestina di New York pekan lalu. Imbasnya, pemerintah Amerika Serikat mencabut visanya. Dengan insiden terbaru ini, Kolombia menjadi salah satu negara yang paling lantang mengambil langkah diplomatik nyata melawan Israel terkait konflik di Gaza.
(HP)