Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa harga minyak goreng seluruh kualitas masih berada pada level stabil tinggi dan belum mengalami penurunan pada minggu pertama November 2025.
Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menjelaskan, kenaikan harga tipis terjadi pada semua jenis minyak goreng — baik curah, premium, maupun Minyakita — sehingga masyarakat tetap membayar lebih tinggi dari harga eceran tertinggi (HET) yang berlaku.
“Minyak goreng ini, dia stabil tinggi, tidak pernah turun. Ada kenaikan tipis, tipis sekali tetapi perlahan dan stabil tinggi, sehingga harga yang dibayar oleh konsumen adalah harga yang tinggi,”
ujar Amalia dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah yang dipantau secara daring dari Jakarta, Selasa (11/11/2025).
BPS mencatat harga rata-rata nasional minyak goreng seluruh kualitas pada minggu pertama November 2025 mencapai Rp19.480 per liter, naik tipis dibandingkan Rp19.469 per liter pada Oktober 2025.
Kenaikan ini terjadi di 102 kabupaten/kota, dengan harga tertinggi mencapai Rp60.000 per liter dan terendah Rp15.500 per liter.
Untuk produk Minyakita, BPS mencatat rata-rata harga nasional sebesar Rp17.261 per liter, naik dibandingkan Rp17.220 per liter pada bulan sebelumnya.
Angka ini melampaui HET sebesar Rp15.700 per liter.
Dari hasil pemantauan, terdapat 80 kabupaten/kota di Pulau Jawa dan 305 kabupaten/kota di luar Pulau Jawa yang menjual Minyakita di atas HET.
Beberapa daerah dengan harga tertinggi di luar Jawa antara lain Kabupaten Pegunungan Bintang: Rp50.000 per liter, Kabupaten Puncak Jaya: Rp40.000 per liter dan Kabupaten Yahukimo: Rp40.000 per liter
“Stabil tinggi, perlahan sudah minggu terakhir ini harga minyak goreng sudah ada kenaikan sedikit,” jelas Amalia.
Meski kenaikannya tidak signifikan, BPS menilai harga minyak goreng berpotensi memberi tekanan terhadap inflasi pangan, mengingat komoditas ini termasuk kebutuhan pokok rumah tangga yang sensitif terhadap perubahan harga.
Stabilitas harga yang tinggi ini juga mencerminkan adanya ketidakseimbangan distribusi pasokan dan permintaan di beberapa wilayah, terutama di daerah terpencil dengan biaya logistik tinggi. (*)



