Jakarta, Suarabersama.com – Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri kembali mengungkap fakta mengejutkan dalam penyelidikan kasus penyebaran konten inses dan pornografi anak di media sosial. Selain grup Fantasi Sedarah, polisi kini mengidentifikasi grup serupa bernama Suka Duka yang juga menjadi sarana berbagi konten kejahatan seksual.
Hal ini disampaikan langsung oleh Brigjen Himawan Bayu Aji, Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (21/5/2025).“Pengungkapan kasus ini terkait dengan asusila, pornografi, dan eksploitasi anak yang dilakukan melalui dua grup Facebook: Fantasi Sedarah dan Suka Duka,” tegas Himawan.
Salah satu tersangka yang berperan aktif dalam grup Suka Duka adalah KA, yang ditangkap di wilayah Jawa Barat. KA diketahui mengunduh, menyimpan, dan mengunggah ulang konten pornografi anak di dalam grup tersebut.
“Tersangka KA mengunduh dan menyimpan konten pornografi anak serta mengunggah ulang konten tersebut di grup Facebook Suka Duka,” lanjut Himawan.
Polisi menyebut, penyelidikan masih terus dilakukan untuk menelusuri apakah ada grup-grup lain di media sosial yang memiliki pola dan tujuan serupa. Masyarakat diimbau untuk melaporkan kepada pihak berwajib apabila menemukan aktivitas mencurigakan yang mengandung unsur pelecehan seksual atau eksploitasi anak secara daring.
Total terdapat enam orang tersangka dalam jaringan ini, yakni DK, MR, MS, MJ, MA, dan KA. Mereka ditangkap dari berbagai wilayah di Indonesia, termasuk Jawa Barat, Jawa Tengah, Lampung, dan Bengkulu. Para pelaku memiliki peran berbeda, mulai dari pembuat grup, penyebar, pembuat konten, hingga pelaku pelecehan fisik terhadap anak-anak.
Dalam penyelidikan terungkap, dua tersangka yaitu MS dan MJ melakukan pencabulan langsung terhadap anak-anak yang kemudian direkam dan disebarluaskan. Salah satu korban bahkan masih berusia 7 tahun.
Keenam tersangka dijerat dengan pasal-pasal berlapis dari empat undang-undang yang berbeda:
-
UU ITE No. 1 Tahun 2024
-
UU Pornografi No. 44 Tahun 2008
-
UU Perlindungan Anak No. 35 Tahun 2014
-
UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual No. 12 Tahun 2022
Mereka terancam pidana penjara hingga 15 tahun serta denda maksimal Rp6 miliar.
Polri menyampaikan bahwa kejahatan seksual digital ini tidak berdiri sendiri, melainkan dijalankan secara sistematis oleh jaringan yang saling terhubung lewat platform media sosial. Oleh karena itu, keterlibatan masyarakat dalam pelaporan konten mencurigakan sangat dibutuhkan.“Kami mengajak masyarakat untuk melapor jika menemukan grup atau aktivitas mencurigakan yang melibatkan eksploitasi anak di internet,” tegas Himawan.
Kejahatan seksual terhadap anak, terlebih yang dilakukan dan disebarluaskan secara daring, adalah bentuk kekerasan luar biasa yang memerlukan penanganan cepat dan tegas. Pemerintah dan aparat penegak hukum berkomitmen untuk mengejar seluruh pihak yang terlibat dan memberikan perlindungan maksimal kepada para korban.
(HP)



