Jakarta, Suarabersama.com – Militer Republik Demokratik Kongo menuduh kelompok pemberontak M23 melanggar gencatan senjata terbaru setelah bentrokan pecah di wilayah timur negara tersebut. Dalam pernyataan pada Senin (26/8), militer Kongo menyebutkan bahwa pemberontak melancarkan serangan terhadap posisi militer di Kikubo, wilayah Lubero, provinsi Kivu Utara, yang berdekatan dengan perbatasan Uganda, pada Minggu.
“Angkatan bersenjata Republik Demokratik Kongo menegaskan bahwa mereka menganggap perilaku agresif ini sebagai pelanggaran lain terhadap gencatan senjata yang ditetapkan oleh proses Luanda,” ujar Letnan Kolonel Ndjike Kaiko Guilaume, juru bicara militer Kongo.
Militer berencana membawa pelanggaran ini ke mekanisme verifikasi internasional guna menuntut akuntabilitas pemberontak. Padahal, pada 30 Juli, kantor kepresidenan Angola telah mengumumkan gencatan senjata baru yang disepakati dalam pertemuan tingkat menteri di Luanda. Gencatan senjata itu dijadwalkan berlaku mulai 4 September sebagai bagian dari upaya menenangkan konflik di wilayah timur Kongo.
Namun, dalam pernyataan pada Minggu (25/8), pemberontak M23 mengeklaim bahwa pesawat militer Kongo terbang di atas wilayah yang mereka kuasai di Lubero dan Rutshuru, yang mereka anggap sebagai pelanggaran gencatan senjata dan provokasi yang tidak dapat diterima. Militer Kongo membantah klaim tersebut, menyebutnya sebagai upaya pemberontak untuk menutupi berbagai pelanggaran yang mereka lakukan.
Meski situasi relatif tenang pada Senin, kekhawatiran tetap membayangi warga sipil. Jean-Claude Kawaya, seorang anggota kelompok masyarakat sipil Nyiragongo, menjelaskan bahwa ketidakpastian masih menyelimuti daerah tersebut. “Saat kedua pihak terus memperkuat posisi mereka, ini menimbulkan kekhawatiran akan pecahnya kembali permusuhan yang dapat memperburuk kondisi kemanusiaan dan menyebabkan pengungsian baru,” ujarnya kepada Anadolu.
Para menteri luar negeri dari Republik Demokratik Kongo, Rwanda, dan Angola direncanakan bertemu kembali pada September untuk melanjutkan pembahasan rencana perdamaian di wilayah timur Kongo.
Sejak kembali aktif pada 2021 setelah hampir satu dekade, kelompok pemberontak M23 telah kembali melancarkan pertempuran. Republik Demokratik Kongo dan negara-negara Barat menuduh Rwanda mendukung pemberontak ini, tuduhan yang selalu dibantah oleh Kigali. M23, kelompok pemberontak yang dipimpin oleh etnis Tutsi dan dibentuk pada 2012, mengklaim bahwa mereka membela kepentingan Tutsi melawan milisi Hutu yang terkait dengan genosida Tutsi pada 1994 di Rwanda.
Dengan hanya sekitar 1-2 persen dari populasi Kongo yang berasal dari suku Tutsi, ketegangan etnis ini terus menjadi salah satu pemicu utama konflik di wilayah tersebut.



