Suara Bersama

Gelombang Protes Gubernur Warnai Kebijakan Pemangkasan TKD di APBN 2026

Jakarta – Penurunan anggaran Transfer ke Daerah (TKD) dalam rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026 menjadi sorotan tajam dari para kepala daerah. Pemerintah pusat hanya menganggarkan Rp650 triliun, turun drastis 29 persen dibanding tahun 2025 yang mencapai Rp919 triliun. Kebijakan ini memantik reaksi keras dari berbagai provinsi di Indonesia.

Selasa (7/10) pagi, suasana di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, terasa lebih ramai dari biasanya. Sebanyak 18 gubernur yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) datang langsung menemui Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. Mereka menyampaikan protes dan kegelisahan daerah terhadap pemangkasan anggaran tersebut. Di antara mereka hadir Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution, Gubernur Aceh Muzakir Manaf alias Mualem, dan Gubernur Maluku Utara Sherly Tjoanda.

Gubernur Aceh Muzakir Manaf menyuarakan penolakannya secara tegas. Ia menilai pemotongan anggaran hingga 25 persen membuat beban daerah semakin berat. “Kami mengusulkan supaya tidak dipotong, anggaran kita tidak dipotong. Karena itu beban semua di provinsi kami masing-masing,” ujarnya usai pertemuan dengan Menkeu. Ia menegaskan, Aceh masih memerlukan dukungan fiskal besar untuk pemulihan ekonomi dan pembangunan infrastruktur.

Nada serupa datang dari Sumatera Barat. Gubernur Mahyeldi Ansharullah mengaku pemotongan TKD berdampak langsung terhadap roda pemerintahan di daerah. Ia menyoroti potensi terganggunya pembangunan serta pembayaran gaji aparatur sipil negara (ASN). “Kalau enggak, mungkin gaji pegawai bisa diambil oleh pusat. Kita harapkan seluruh gaji pegawai (pemda) ini bisa dari pusat semuanya,” tegas Mahyeldi.

Di sisi lain, pemerintah pusat berdalih pemangkasan TKD dilakukan untuk mendorong efisiensi dan meningkatkan kemandirian fiskal daerah. Namun, bagi para kepala daerah, kebijakan tersebut justru memperlebar kesenjangan antara kebutuhan riil daerah dan kemampuan keuangan yang tersedia.

Gelombang protes ini mencerminkan keresahan daerah menghadapi perubahan kebijakan fiskal nasional. Di tengah tekanan pembangunan dan tanggung jawab sosial yang kian besar, para gubernur berharap pemerintah pusat membuka ruang dialog lebih luas agar kebijakan anggaran dapat berpihak pada kepentingan rakyat di daerah.

(HP)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

nineteen − 9 =