Suara Bersama

Fakta Longsor Tambang di Cirebon: Zona Rawan dan Metode Penambangan Berisiko

Jakarta, Suarabersama.com – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), melalui Badan Geologi, memaparkan penyebab terjadinya longsor di kawasan tambang batu alam yang berlokasi di Cirebon, Jawa Barat. Kejadian tersebut berlangsung pada hari Jumat (30/5) sekitar pukul 10.00 WIB.

Muhammad Wafid, selaku Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, mengemukakan sejumlah penyebab yang memicu peristiwa longsor di area tersebut. Ia menuturkan bahwa, merujuk pada Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah, wilayah Kabupaten Cirebon tergolong dalam area dengan tingkat kerentanan gerakan tanah yang tinggi. Artinya, wilayah ini memiliki kemungkinan besar mengalami pergerakan tanah.

“Pada zona ini dapat terjadi gerakan tanah jika curah hujan di atas normal, sedangkan gerakan tanah lama dapat aktif kembali,” tutur Wafid dalam keterangannya, dikutip Minggu (1/6/2025).

Selain itu, Wafid menyebut bahwa faktor lain yang memperparah situasi adalah sudut kemiringan lereng tebing yang sangat curam, melebihi 45 derajat. Lokasi tambang yang menggunakan metode penambangan under cutting di area terbuka juga turut memperbesar risiko longsoran.

Wafid juga mengimbau agar masyarakat yang tinggal di sekitar area kejadian untuk segera berpindah ke tempat yang lebih aman. Hal ini dikarenakan potensi longsor susulan masih cukup tinggi.

“Penanganan longsoran, evakuasi/pencarian korban tertimbun agar memperhatikan cuaca dan lereng terjal, agar tidak dilakukan pada saat dan setelah hujan deras, karena daerah ini masih berpotensi terjadi gerakan tanah susulan yang bisa menimpa atau menimbun petugas,” terang Wafid.

Di sisi lain, Kementerian ESDM telah menurunkan Tim Inspektur Tambang guna melakukan penyelidikan teknis langsung di lokasi kejadian. Tindakan ini merupakan bagian dari penerapan prinsip pertambangan yang sesuai aturan. Kementerian juga menegaskan pentingnya kepatuhan terhadap seluruh regulasi dalam kegiatan pertambangan.

“Kementerian ESDM menyampaikan duka cita mendalam atas musibah longsor yang terjadi di wilayah Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi milik Koperasi Pondok Pesantren Al-Azhariyah di Gunung Kuda, Desa Cipanas, Kecamatan Dukupuntang, Cirebon. Tim inspektur sedang terjun ke lapangan untuk mendalami ini,” ujar Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Tri Winarno.

Sebelumnya dilaporkan bahwa pergerakan tanah menyebabkan longsor di lereng tambang batu alam dan mengakibatkan sejumlah korban jiwa serta korban luka di antara para pekerja. Beberapa alat berat seperti excavator dan dump truck mengalami kerusakan parah. Diduga masih ada pekerja angkut yang tertimbun material longsor.

Sebagai langkah pencegahan agar kejadian serupa tak terulang, setiap perusahaan tambang diwajibkan untuk memiliki izin resmi serta menjalankan praktik pertambangan sesuai standar teknis yang berlaku. Berdasarkan Perpres 55 Tahun 2022, kewenangan pengelolaan dan pengawasan Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk komoditas batuan berada di tangan Gubernur.

Namun demikian, aspek pengawasan teknis tetap menjadi tanggung jawab Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara melalui peran Inspektur Tambang.

Jumlah korban meninggal akibat longsor di tambang galian C Gunung Kuda, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, hingga Senin (2/6) malam, tercatat sebanyak 21 orang.

Sementara itu, tim SAR masih berupaya mencari empat orang lainnya yang dilaporkan hilang dan operasi pencarian akan dilanjutkan pada Selasa (3/6).

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

1 × five =