Jakarta, Suarabersama.com – Industri baja nasional terus menunjukkan daya tahan dan ketangguhan meskipun dihadapkan pada tekanan ekonomi global. Peluang untuk menembus pasar ekspor semakin terbuka, seiring dengan kebijakan proteksionisme yang diterapkan sejumlah negara besar, termasuk Amerika Serikat (AS) melalui penerapan tarif tinggi berdasarkan Section 232.
Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, menjelaskan bahwa meskipun AS memberlakukan tarif impor baja hingga 50 persen—jauh lebih tinggi dibanding tarif rata-rata 19 persen untuk produk lainnya—negara tersebut tetap membutuhkan impor untuk memenuhi kebutuhan baja lapisnya.
“Untuk meningkatkan daya saing, para pelaku industri nasional harus bisa lebih efisien dalam proses produksinya sehingga nilai tambah produk yang dihasilkan menjadi lebih tinggi,” kata Menperin dalam sambutannya pada acara Pelepasan Ekspor Produk Baja Lapis PT Tata Metal Lestari ke Amerika Serikat, di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (18/7).
Pada kesempatan tersebut, Agus juga menyoroti keberhasilan Presiden Prabowo Subianto dalam menjalin komunikasi efektif dengan Presiden Amerika Serikat saat itu, Donald Trump. Negosiasi tersebut menghasilkan tarif impor yang lebih rendah bagi Indonesia dibandingkan dengan negara pesaing lainnya—sebuah capaian strategis yang memperkuat daya saing industri nasional.
“Oleh karena itu, industri nasional perlu mengoptimalkan ekspor produknya ke pasar Amerika guna memanfaatkan tarif bea masuk yang rendah bagi Indonesia dibanding negara lain,” ujarnya.
Menurut Agus, sektor ekspor kini menjadi salah satu motor utama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Selain dari sisi nilai, volume ekspor Indonesia juga terus meningkat, mencerminkan aktivitas produksi dan logistik yang tumbuh positif.
“Ada empat mesin utama yang menggerakkan ekonomi Indonesia, yaitu konsumsi rumah tangga, belanja pemerintah, investasi, dan net ekspor. Dari keempat mesin tersebut, saat ini kinerja ekspor yang masih melaju kencang,” ungkapnya.
Sejalan dengan itu, Menperin menegaskan pentingnya menjaga konsistensi kebijakan hilirisasi industri guna menghasilkan produk turunan yang memiliki nilai tambah lebih tinggi. Peluang tersebut, kata dia, dapat dimanfaatkan industri dalam negeri untuk memperluas penetrasi ke pasar internasional, termasuk Amerika Serikat.