Jakarta, Suarabersama.com – Anggota DPRD Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Rusding, menyampaikan penolakannya terhadap rencana pembangunan resort dan vila di kawasan Pulau Padar.
“Secara pribadi dan kelembagaan, saya juga menolak rencana pembangunan di Pulau Padar,” tegas Rusding ketika dihubungi pada Kamis pagi (14/8/2025).
Menurut Rusding, menjaga kelestarian lingkungan di Taman Nasional Komodo (TNK) merupakan prioritas utama, dan pembangunan infrastruktur tidak sejalan dengan semangat konservasi.
“Bagaimana memperkuat konservasi di Taman Nasional Komodo agar ekosistem dan simbiosis mutualisme yang ada di dalam Komodo semakin baik ke depan,” lanjutnya.
Ia juga menyebutkan Labuan Bajo merupakan lokasi yang lebih layak bagi para investor untuk membangun fasilitas seperti hotel atau vila.
“Kalau mau berinvestasi yang tepatnya itu di Labuan Bajo. Masih banyak tempat yang menjadi daya tarik untuk membangun hotel atau vila,” ucapnya.
Rusding menekankan membuka pintu izin pembangunan di Pulau Padar berisiko merusak habitat Komodo. Ia pun meminta dukungan dari UNESCO untuk membatalkan izin yang telah diberikan kepada PT KWE.
“Ya karena saya melihat jika ruang pintu itu dibuka, izinkan, takut memperparah, menganggu satwa. Dan harapan saya UNESCO sebagai benteng terakhir agar minta pemerintah untuk mencabut izin untuk PT KWE itu,” katanya.
Ia juga mengajak seluruh masyarakat, khususnya warga NTT dan Indonesia pada umumnya, untuk menjaga kelestarian kawasan TNK sebagai warisan dunia.
“Mari kita jaga TN Komodo agar ekosistemnya tetap lestari,” pungkasnya.
Penolakan yang sama juga disuarakan oleh Anggota DPRD NTT lainnya, Yohanes Rumat. Ia mengecam pihak-pihak yang menggunakan alasan peningkatan lapangan kerja dan pendapatan negara untuk melegitimasi pembangunan fasilitas wisata di Pulau Padar.
“Merujuk pada keputusan dunia atau UNESCO, Taman Nasional Komodo merupakan wilayah konservasi yang perlu dijaga oleh kita semua, terutama semua habitat yang ada di TNK, salah satunya Pulau Padar,” jelas Yohanes.
Yohanes juga mengindikasikan adanya permainan di tingkat atas terkait terbitnya izin pembangunan di kawasan konservasi tersebut.
“Kalau benar dugaan saya ini, maka tugas kita semua adalah melawan kebijakan ini, terutama tugas teman-teman wartawan untuk mencari tahu kelompok mana mereka ini dan tujuannya apa,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia meminta masyarakat dan aktivis lingkungan untuk bersatu menghadapi pihak-pihak yang diduga merusak ekosistem Pulau Padar. Yohanes juga menyoroti potensi kerugian daerah akibat pembangunan tersebut.
“Lebih ironisnya, jika pembangunan ini berjalan, daerah, terutama kabupaten, tidak akan mendapatkan sumber pendapatan asli daerah (PAD) dari pembangunan itu. Sebab, semua pungutan dan lain-lain diambil alih oleh pusat,” tegasnya. (*)