Jakarta, Suarabersama.com – Badan Legislasi DPR RI telah memutuskan untuk membatalkan pembahasan RUU TNI-Polri. Pembahasan ini akan diteruskan ke DPR pada periode berikutnya.
Ketua Baleg DPR RI, Wihadi Wiyanto, menyampaikan di Gedung DPR RI, Jakarta, pada Senin (26/8/2024) “Hari ini baleg memutuskan akan menunda atau membatalkan pembahasan UU TNI-Polri, ya. Dan nanti kita akan sampaikan bahwa ini nanti akan dilanjutkan untuk DPR yang berikutnya. Tetapi ini melihat urgensinya nanti.” jelasnya.
Meskipun begitu, Wihadi mengungkapkan bahwa urgensi pembahasan RUU TNI-Polri untuk periode berikutnya masih akan dipertimbangkan, termasuk kemungkinan peralihan pembahasan ke DPR periode selanjutnya.
“Nanti kita lihat urgensinya, untuk dibahas di periode berikutnya. Ini kan kalau kita melihat kan nanti periode berikutnya yang akan, ini terkait dengan masalah carry over juga kan.” tambahnya
Wihadi belum memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai alasan di balik pembatalan pembahasan RUU tersebut. Dia hanya memastikan bahwa tidak akan ada pembahasan mengenai RUU itu dalam rapat-rapat mendatang.
“Jadi baleg memutuskan untuk tidak membahas dulu, ya. Dan menunda atau membatalkan pembahasan TNI-Polri,” ungkapnya.
Sebelumnya, Direktur Imparsial, Gufron Mabruri, mengkritik pembahasan revisi UU TNI yang saat ini menjadi inisiatif DPR. Gufron berpendapat bahwa revisi UU TNI tidak mendesak dan mengandung beberapa usulan yang bermasalah.
“Kami memandang DPR RI sebaiknya menghentikan segala bentuk pembahasan agenda revisi UU TNI, mengingat revisi UU TNI bukan hanya tidak mendesak, tetapi DPR juga tidak memiliki waktu yang cukup untuk melakukan pembahasan,” ujar Gufron dalam keterangan tertulisnya pada Kamis (18/7).
Dia juga mengkritik beberapa substansi yang diusulkan, yang dinilai malah melemahkan agenda reformasi.
“Lebih dari itu, substansi perubahan yang diusulkan oleh pemerintah bukannya memperkuat agenda reformasi TNI yang telah dijalankan sejak tahun 1998, tapi justru malah sebaliknya. Alih-alih mendorong TNI menjadi alat pertahanan negara yang profesional, sejumlah usulan perubahan memundurkan kembali agenda reformasi TNI,” ucapnya.
Gufron juga menyampaikan beberapa catatan kritis terkait usulan perubahan UU TNI berdasarkan naskah DIM yang diterimanya. Salah satu kritiknya adalah mengenai pelibatan militer di luar sektor pertahanan.
“Perluasan dan penambahan jenis-jenis Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Usulan perubahan Pasal 7 ayat 2 dan ayat 3 yang memperluas dan menambah cakupan OMSP menunjukan paradigma dan keinginan politik untuk memperluas keterlibatan peran militer di luar sektor pertahanan negara. Hal ini dapat dilihat dari penambahan 19 jenis OMSP dari yang sebelumnya berjumlah 14 jenis yang dapat dilakukan oleh TNI,” jelasnya.
Hni



