Jakarta, Suarabersama.com – Struktur pasar kerja di Indonesia mengalami pergeseran signifikan, dari sektor formal ke sektor informal, seiring dengan penurunan kelas menengah dan peningkatan jumlah pekerja gig. Hal ini diungkapkan oleh Dosen School of Business & Management (SBM) Institut Teknologi Bandung (ITB), Muhammad Yorga Permana.
Menurut Yorga, selama periode kedua pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) antara 2009 dan 2014, Indonesia mengalami pertumbuhan positif dengan penambahan 2,8 juta pekerjaan formal baru setiap tahunnya. “Kita melihat periode ke-2 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tahun 2009-2014, ada 2,8 juta pekerjaan formal baru per tahun yang tumbuh secara agregat. Dan ini dicirikan dengan penurunan sektor informal. Kita masih in the good path saat ini, optimis saat itu 2009-2014,” ujar Yorga dalam diskusi Indef pada Senin (9/9/2024).
Saat itu, sektor informal menunjukkan penurunan, dan terdapat optimisme tinggi mengenai tren pertumbuhan pekerjaan formal. Namun, sejak 2014, Yorga mencatat adanya perlambatan dalam pertumbuhan pekerjaan formal yang menurun menjadi sekitar 2 juta pekerjaan baru per tahun. “Di 2014 memang sudah mulai ada penurunan percepatan. Jadi tetap ada pekerjaan baru, 2 juta pekerjaan formal baru per tahun, tapi juga self-employment meningkat,” ujarnya.
Pada waktu yang bersamaan, terjadi peningkatan signifikan dalam self-employment dan sektor gig ekonomi, termasuk pengemudi ojol dan perdagangan online melalui platform seperti Tokopedia. Tren ini menunjukkan pertumbuhan paralel antara pekerjaan formal dan informal. Menjelang 2019, proporsi tenaga kerja formal mencapai sekitar 43-44 persen dari total angkatan kerja. Namun, pandemi COVID-19 mengungkapkan kelemahan mendasar dalam ekonomi Indonesia. Selama pandemi, terjadi stagnasi besar di sektor formal, dengan penambahan hanya sekitar 1 hingga 2 juta pekerjaan formal, sementara sektor informal menyerap tambahan sekitar 10 juta pekerjaan baru. “Ada stagnasi, ada 10 juta pekerjaan baru di sektor informal, dan pekerjaan formal hanya meningkat 2 juta, kalau di angka saya 1 juta di sekitar sana, berarti hanya 200-400 ribu per tahun,” ujar Yorga.
Fenomena ini menunjukkan bahwa banyak pekerja yang sebelumnya berada di sektor formal beralih ke sektor informal, atau angkatan kerja baru langsung memasuki sektor informal karena kurangnya kesempatan kerja layak di sektor formal. “Di sini masalahnya, ketika kita bertanya mengapa kelas menengah turun, artinya memang banyak pekerja yang asalnya dari formal pindah ke informal, atau banyak angkatan kerja baru yang masuk ke lapangan kerja langsung masuk ke informal, karena tidak ada kerja layak di sektor formal,” kata Yorga.
(XLY)