Suara Bersama

Desakan Pemakzulan Gibran: Antara Dinamika Hukum dan Kepentingan Politik

 

Jakarta – Gelombang desakan untuk memakzulkan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka kian deras. Kali ini, dorongan kuat datang dari Forum Purnawirawan Prajurit TNI, yang di dalamnya tercatat sejumlah tokoh senior, termasuk mantan Wakil Presiden Try Sutrisno.

Gibran dianggap sebagai ‘duri dalam daging’ dalam pemerintahan Prabowo Subianto, seiring proses pencalonannya yang dinilai bermasalah secara hukum. Namun, mungkinkah Gibran benar-benar bisa dimakzulkan?

Forum yang beranggotakan tokoh-tokoh besar seperti Try Sutrisno, Tyasno Soedarto, Slamet Soebijanto, Hanafie Asnan, hingga Fachrul Razi ini secara resmi mengusulkan kepada MPR untuk mengganti Gibran. Dalam pernyataan sikapnya, mereka menegaskan dukungan penuh kepada Presiden Prabowo Subianto untuk “menyelamatkan NKRI.”

Merespons derasnya tekanan ini, Prabowo melalui Penasihat Khusus Bidang Politik dan Keamanan, Wiranto, menyampaikan bahwa ia memahami aspirasi para purnawirawan TNI. Meski demikian, Prabowo mengingatkan bahwa posisinya terikat pada prinsip trias politika, sehingga tidak dapat langsung mengambil keputusan terkait usulan tersebut.

“Beliau menghormati masukan itu, namun akan mempelajarinya secara mendalam, karena ini menyangkut masalah fundamental,” ujar Wiranto di Istana Kepresidenan, Kamis (24/4/2025).

Sikap Prabowo dinilai istimewa karena biasanya purnawirawan TNI jarang mengkritik pemerintahan secara terbuka, kecuali dalam situasi yang dianggap serius. Guru Besar Politik Universitas Andalas, Asrinaldi, melihat keterlibatan nama besar seperti Try Sutrisno sebagai faktor utama respons cepat dari Prabowo.

Dedi Kurnia Syah, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), menambahkan bahwa isu ini juga erat kaitannya dengan hubungan Prabowo dan Joko Widodo. Menurutnya, Prabowo tengah berada dalam posisi dilematis, mengingat Gibran adalah putra sulung Jokowi.

Duri dalam Daging Pemerintahan

Desakan pemakzulan terhadap Gibran tidak lepas dari kontroversi lahirnya Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang memuluskan jalannya sebagai cawapres. Keputusan itu dinilai sarat konflik kepentingan, karena Ketua MK kala itu, Anwar Usman, merupakan paman Gibran.

Asrinaldi menegaskan, proses yang cacat di awal akan berujung pada krisis legitimasi. Ia menilai ketidakpuasan terhadap Gibran bukan semata karena kinerjanya, melainkan akumulasi dari perjalanan politik yang dianggap tidak fair.

Senada, pakar hukum tata negara Charles Simabura berpendapat bahwa Gibran kini menjadi “duri dalam daging” dalam tubuh pemerintahan Prabowo. Meskipun legal secara hukum, legitimasi politik Gibran dinilai terus dipersoalkan dan berpotensi mengganggu stabilitas politik nasional.

Mungkinkah Gibran Dimakzulkan?

Secara prosedur, upaya pemakzulan terhadap seorang wakil presiden harus memenuhi syarat ketat sesuai Pasal 7A dan 7B UUD 1945, meliputi pelanggaran berat seperti korupsi, pengkhianatan, atau kejahatan besar lainnya.

Charles Simabura menegaskan, tanpa bukti pelanggaran berat, mendorong impeachment akan sulit, bahkan nyaris mustahil. Prosesnya pun harus diawali dari DPR, lalu disidangkan oleh Mahkamah Konstitusi.

Manunggal Kusuma Wardaya, pakar dari Universitas Jenderal Soedirman, menambahkan bahwa meskipun desakan politik sah-sah saja, realisasinya sangat bergantung pada dinamika politik di DPR, yang dalam kasus serupa sebelumnya terhadap Jokowi, justru tidak berjalan.

Sementara Ketua MPR Ahmad Muzani menyatakan masih perlu mendalami tuntutan tersebut, sembari mengingatkan bahwa Prabowo-Gibran telah sah terpilih melalui mekanisme pemilu dan disahkan oleh Mahkamah Konstitusi.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

three × four =