Jakarta, Suarabersama.com – Ratusan ribu buruh dari berbagai serikat pekerja di seluruh Indonesia bersiap menggelar aksi unjuk rasa besar-besaran pada Kamis, 28 Agustus 2025. Demonstrasi ini diperkirakan menjadi salah satu yang terbesar dalam beberapa tahun terakhir, dengan estimasi sekitar 100.000 buruh Jabodetabek turun ke jalan, dan sekitar 1 juta buruh lainnya menggelar aksi serentak di 38 provinsi.
Pusat aksi di Jakarta akan difokuskan di Istana Negara, Mahkamah Konstitusi, dan Gedung DPR RI, sebagai simbol desakan terhadap otoritas negara.
Aksi ini digerakkan oleh berbagai isu krusial yang berkaitan dengan kesejahteraan buruh. Mulai dari penghapusan sistem outsourcing, penolakan terhadap upah murah, hingga reformasi perpajakan ketenagakerjaan. Selain itu, para buruh juga menuntut pengesahan RUU Ketenagakerjaan tanpa Omnibus Law, serta revisi sistem Pemilu 2029.
Berikut enam tuntutan utama yang akan disuarakan:
-
Hapus Outsourcing dan Tolak Upah Murah (HOSTUM)
-
Stop PHK: Bentuk Satgas PHK
-
Reformasi Pajak Perburuhan, termasuk Naikkan PTKP menjadi Rp7.500.000 per bulan, Hapus pajak pesangon, THR, dan JHT dan Hapus diskriminasi pajak terhadap buruh perempuan menikah
-
Sahkan RUU Ketenagakerjaan tanpa Omnibus Law
-
Sahkan RUU Perampasan Aset untuk Berantas Korupsi
-
Revisi RUU Pemilu 2029: Redesign Sistem Pemilu
Di samping itu, KSPI dan Partai Buruh mengusulkan kenaikan Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP/UMSK) tahun 2026 dengan formula:
(8,5% – 10,5%) + (0,5% – 5%) Tergantung pertumbuhan nilai tambah per sektor industri.
Mereka mendesak pemerintah untuk menetapkan keputusan upah minimum dan sektoral paling lambat 30 Oktober 2025, didahului rapat Dewan Pengupahan mulai akhir Agustus.
Masih rendahnya upah minimum menjadi alasan utama aksi besar ini. Presiden KSBSI, Elly Rosita Silaban, menyatakan bahwa buruh Indonesia belum merasakan kesejahteraan yang layak.
“Mengenai kesejahteraan buruh secara umum, sayangnya, kami belum bisa mengatakan bahwa buruh Indonesia telah sejahtera,”ujar Elly
Ia menambahkan bahwa banyak buruh masih hidup pas-pasan, bahkan tak mampu mencukupi kebutuhan dasar, terutama bagi mereka yang berstatus kontrak dan outsourcing.
“Masih banyak yang hidup dengan upah minimum yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar, belum termasuk buruh kontrak dan outsourcing yang rentan kehilangan pekerjaan kapan saja,” tambahnya.
Di sisi lain, rencana Presiden Prabowo Subianto untuk membentuk Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional memberi sedikit harapan. Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (Aspirasi), Mirah Sumirat, melihat langkah itu sebagai angin segar awal bagi perbaikan nasib buruh. (*)