Suara Bersama

Daya Tawar Lemah, Indonesia Gagal Tiru Strategi Tawar-Menawar Dagang ala China

Jakarta, Suarabersama – Negosiasi panjang antara Indonesia dan Amerika Serikat untuk menurunkan tarif ekspor yang diberlakukan sejak era Presiden Donald Trump belum menunjukkan hasil signifikan. Tarif tinggi melalui kebijakan Section 301 masih menjadi beban besar bagi ekspor nasional, sementara negara lain seperti China telah sukses menegosiasikan pelonggaran tarif tersebut.

Seorang pakar ekonomi dan kebijakan publik menilai bahwa kegagalan Indonesia bukan semata soal volume perdagangan, melainkan lemahnya strategi dan daya tawar. Ia menggambarkan posisi Indonesia seperti “penonton di pinggir lapangan global” yang hanya menunggu belas kasihan negara maju, alih-alih terlibat aktif dalam pertarungan diplomasi dagang global.

“Negosiasi perdagangan internasional itu seperti permainan catur, bukan permainan engklek,” ujarnya, menyoroti kurangnya strategi besar dan koordinasi lintas sektor dalam pendekatan Indonesia terhadap perundingan dagang dengan AS.

Sebagai perbandingan, China berhasil menurunkan tarif melalui Phase One Deal, karena menawarkan paket kesepakatan yang komprehensif dan saling menguntungkan. Negeri Tirai Bambu itu memahami kelemahan rantai pasok AS, lalu menawarkan pembelian produk teknologi Amerika sebagai kompensasi untuk mendapatkan pemangkasan tarif bagi sektor industrinya.

Pendekatan seperti inilah yang disebut belum dilakukan Indonesia. Dengan ekspor ke AS yang berkisar USD 20–30 miliar per tahun—jauh di bawah ekspor China ke AS yang mencapai lebih dari USD 500 miliar—posisi Indonesia jelas kurang kuat secara ekonomi. Namun pakar tersebut menekankan, bukan soal angka semata, melainkan bagaimana negara menjalankan negosiasi sebagai bagian dari grand strategy negara.

“Indonesia hanya datang dengan argumen moral, bahwa kita negara berkembang dan butuh penurunan tarif. Tapi dalam diplomasi dagang, moral tidak cukup. Yang dibutuhkan adalah tawaran konkret dan strategi negosiasi yang matang,” tegasnya.

Menurutnya, Indonesia perlu membawa tawaran yang bernilai nyata bagi AS, seperti komitmen pembelian strategis atau kerja sama industri yang menguntungkan kedua pihak. Tanpa itu, permintaan penurunan tarif ibarat meminta diskon tanpa membeli apa pun.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

four × three =