Jakarta, Suarabersama.com – Prancis kembali diguncang aksi mogok kerja dan sekolah secara serentak pada Kamis (18/9). Ribuan masinis, apoteker, tenaga kesehatan, guru, hingga siswa memutuskan berhenti beraktivitas untuk memprotes rencana pemangkasan anggaran yang digagas eks Perdana Menteri Francois Bayrou.
“Blokir sekolah kalian atas kebijakan efisiensi!” bunyi salah satu spanduk yang dibentangkan siswa di depan SMA Lycee Maurice Ravel, Paris. Seruan itu menjadi simbol perlawanan publik terhadap kebijakan penghematan yang dianggap menekan rakyat kecil.
Pada Juli lalu, Bayrou mengumumkan rencana pemangkasan anggaran sebesar 44 miliar euro (sekitar Rp859 triliun). Kebijakan itu mencakup pembekuan dana pensiun mulai 2026, pemotongan besar-besaran anggaran kesehatan, hingga penghapusan dua hari libur nasional. Usulan tersebut memicu gelombang protes besar bertajuk Block Everything pada 10 September lalu, yang diikuti sekitar 175.000 orang.
Gelombang perlawanan semakin membesar. Kementerian Dalam Negeri Prancis memperkirakan aksi 18 September ini melibatkan sekitar 800.000 orang di berbagai kota. Untuk mengantisipasi kericuhan, pemerintah mengerahkan 80.000 aparat kepolisian. Dampaknya dirasakan langsung di transportasi kereta api, penerbangan, sekolah, hingga layanan publik.
Aksi ini berlangsung di tengah pergantian kepemimpinan. Presiden Emmanuel Macron telah menunjuk mantan Menteri Pertahanan Sebastien Lecornu sebagai perdana menteri baru setelah Bayrou digulingkan melalui mosi tidak percaya pada 8 September. Namun, perubahan itu tidak meredakan amarah rakyat.
“Setiap kali hanya ganti orang, tapi kebijakan tetap sama. Kami ingin jawaban nyata, bukan sekadar pergantian figur,” kata Ketua Serikat CGT, Sophie Binet. Ia menegaskan aksi protes akan terus berlanjut jika tuntutan rakyat tidak direspons pemerintah.
(HP)