Jakarta, Suarabersama – Kontroversi muncul seputar tunjangan rumah anggota DPR yang nilainya mencapai Rp50 juta per bulan. Tunjangan ini menimbulkan kebingungan di publik, karena disebut berlaku selama satu tahun meskipun digunakan untuk kontrak rumah selama lima tahun masa jabatan.
Penjelasan Resmi DPR
Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, menegaskan bahwa tunjangan tersebut hanya diberikan dari Oktober 2024 hingga Oktober 2025. Itu berarti total dana yang diterima mencapai Rp600 juta — yang dialokasikan langsung untuk membiayai kontrak rumah selama lima tahun penuh, yakni hingga 2029.
“Mulai November 2025, tunjangan ini tidak lagi diberikan,” ujarnya, menjelaskan bahwa skema ini muncul karena anggota DPR tidak lagi memiliki rumah dinas sejak pelantikan.
Kritik atas Kesenjangan
Namun, anggaran sebesar itu menuai kritik tajam. Direktur Indonesia Political Review (IPR), Iwan Setiawan, berpendapat bahwa tunjangan sebesar itu tidak wajar dan justru melukai rasa keadilan masyarakat—terutama di tengah semangat efisiensi anggaran yang digaungkan pemerintah.
Sementara itu, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, membandingkannya dengan kondisi buruh: penghasilan anggota DPR per hari bisa mencapai Rp3 juta—sementara buruh harian hanya menerima sekitar Rp150 ribu per hari.
Implikasi Anggaran
Jika dikalkulasikan, anggaran untuk tunjangan perumahan DPR mencapai sekitar Rp348 miliar per tahun, atau Rp1,74 triliun selama lima tahun. Angka fantastis ini bisa digunakan untuk memberi 34,8 juta porsi makanan murah (Rp10 ribu per porsi) di berbagai daerah.