Suara Bersama

BRIN: Air Hujan Jakarta Mengandung Mikroplastik, Tapi Tak Perlu Panik

Jakarta – Belakangan, media sosial diramaikan dengan kabar bahwa air hujan di DKI Jakarta mengandung mikroplastik berbahaya. Klaim itu bukan tanpa dasar. Sebuah penelitian yang diterbitkan di jurnal Marine Pollution Bulletin tahun 2022 memang mengonfirmasi keberadaan partikel mikroplastik dalam air hujan Ibu Kota. Namun, para ilmuwan menegaskan bahwa bukan berarti setiap tetes air hujan bersifat beracun.

“Ada partikel plastik berukuran sangat kecil, lebih halus dari debu, yang ikut turun bersama hujan,” kata Muhammad Reza Cordova, peneliti BRIN dan salah satu penulis studi tersebut,dikutip melalui detikcom, Jumat (17/10/2025).

Menurut Reza, jenis mikroplastik yang ditemukan di udara dan hujan Jakarta berasal dari serat sintetis seperti poliester dan nilon, serta fragmen plastik kemasan seperti polietilena dan polipropilena. Juga ditemukan polibutadiena, polimer sintetis yang biasa digunakan pada ban kendaraan.

“Mikroplastik ini berasal dari aktivitas manusia di kota besar — serat pakaian, debu ban kendaraan, pembakaran sampah plastik, dan degradasi plastik di lingkungan terbuka,” jelasnya.

Bukan Racun dari Air Hujan, Tapi dari Partikel Mikroplastik

Reza menegaskan bahwa sifat beracun yang dikaitkan dengan air hujan sebetulnya berasal dari partikel mikroplastik itu sendiri, bukan dari airnya. Mikroplastik dapat membawa bahan kimia tambahan dari proses produksi seperti BPA dan phthalate, atau polutan sekunder seperti logam berat dan persistent organic pollutants (POPs) yang menempel di permukaannya.

“Jadi sifat toksiknya bukan dari air hujannya langsung, tapi dari partikel mikroplastik dan polutan yang terbawa di dalamnya,” ujar Reza.

Ia menjelaskan, paparan jangka panjang terhadap mikroplastik dapat menimbulkan sejumlah risiko kesehatan, seperti peradangan paru, stres oksidatif, dan gangguan sistem imun. Namun, penelitian di Indonesia masih terbatas sehingga efek pastinya terhadap manusia belum dapat disimpulkan secara penuh.

“Arah bukti global sudah cukup kuat bahwa paparan jangka panjang harus diwaspadai. Karena itu, prinsip pencegahan dan pengendalian jadi langkah utama,” katanya.

Solusi: Kurangi Sumber Plastik dan Tingkatkan Pemantauan

Reza menekankan bahwa persoalan mikroplastik tidak bisa diselesaikan secara individual, melainkan perlu upaya kolektif. Di tingkat masyarakat, langkah kecil seperti mengurangi plastik sekali pakai, memilah sampah, dan tidak membakar plastik secara terbuka dapat membantu menekan sumber polusi.

Dari sisi industri, ia menilai perlu penerapan Extended Producer Responsibility (EPR), seperti penyaringan serat mikro di pabrik tekstil atau laundry besar, serta pengembangan bahan alternatif yang tidak mudah lepas ke udara.

“Pemerintah dan lembaga riset juga perlu melakukan pemantauan rutin kualitas udara dan air hujan, serta mengembangkan teknologi filtrasi dan pengolahan air,” ujarnya.

Ia menutup dengan ajakan untuk mengubah kebiasaan masyarakat terhadap plastik.
“Kita harus beralih dari budaya membuang ke budaya mengurangi dan menggunakan kembali. Setiap plastik yang tidak lepas ke lingkungan berarti satu sumber mikroplastik lebih sedikit di udara dan air kita,” kata Reza.

(HP)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

6 + 9 =