Jakarta, 15 Mei 2025 — Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Taruna Ikrar, mengungkapkan sejumlah alasan di balik keputusan lembaganya memberikan izin pelaksanaan uji klinis vaksin tuberkulosis (TBC) M72, yang dikembangkan oleh yayasan milik Bill Gates. Keputusan ini diambil setelah melalui evaluasi ketat dan pertimbangan mendalam oleh Komite Nasional Evaluasi Obat.
Menurut Taruna, vaksin tersebut telah menunjukkan tingkat keamanan di atas 50 persen, berdasarkan hasil evaluasi tim independen yang terdiri dari para profesor dan akademisi dari universitas ternama seperti Universitas Indonesia dan ITB. Selain itu, vaksin M72 telah melalui berbagai tahap pengembangan selama bertahun-tahun dan sebelumnya juga telah diuji di negara-negara seperti Swiss.
“Meski sudah diuji sebelumnya, efektivitasnya masih perlu dibuktikan lebih lanjut melalui uji klinis tahap ketiga,” jelas Taruna dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (15/5).
Faktor lain yang mendasari keputusan ini adalah situasi TBC di Indonesia yang tergolong darurat. Saat ini, Indonesia tercatat sebagai negara dengan kasus TBC terbanyak kedua di dunia, mencapai lebih dari satu juta penderita setiap tahunnya. Taruna menambahkan bahwa vaksin yang saat ini digunakan sudah usang dan tidak lagi efektif.
“Kita perlu solusi baru, dan vaksin ini menawarkan harapan,” ujar Taruna.
Ia juga menekankan pentingnya uji klinis di Indonesia untuk mengetahui sejauh mana efektivitas vaksin ini terhadap populasi lokal, mengingat faktor genetik bisa mempengaruhi respons imun. “Uji klinis ini akan memberi kita data nyata tentang kecocokan vaksin dengan masyarakat Indonesia,” tambahnya.
Presiden Prabowo Subianto sebelumnya telah menyetujui pelaksanaan uji coba vaksin ini di Indonesia saat menerima kunjungan pendiri Gates Foundation pada 7 Mei lalu. Dalam kesempatan itu, Gates mengumumkan komitmen dana hibah sebesar Rp 2,5 triliun untuk mendukung program kesehatan di Indonesia.
Vaksin M72 kini memasuki fase uji klinik terakhir sebelum diproduksi massal. Uji coba ini dilakukan di lima negara, dengan Indonesia menjadi salah satu lokasi utama. Sebanyak 2.095 relawan dari Indonesia dilibatkan sejak uji klinik dimulai pada September tahun lalu, dari total 20 ribu partisipan secara global.



