Jakarta, Suarabersama.com – Hasil asesmen dari International Monetary Fund (IMF) dan Bank Dunia menunjukkan bahwa kondisi perekonomian dan sektor keuangan Indonesia berada dalam keadaan yang sehat. Dengan indikator pertumbuhan yang kuat, stabil, dan cukup resilien terhadap guncangan eksternal, Bank Indonesia (BI) memastikan bahwa likuiditas ekonomi nasional tetap terjaga.
Asesmen tersebut mencakup berbagai aspek, termasuk stabilitas sistem keuangan dengan fokus pada kerentanan atau analisis risiko sistemik, kerangka pengaturan dan pengawasan sektor keuangan, manajemen krisis serta jaring pengaman sistem keuangan, dan pengembangan sektor keuangan. “Asesor menilai positif penerbitan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan Dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) sebagai faktor penting dalam meningkatkan resiliensi, memperkuat jaring pengaman sistem keuangan, dan kerangka penanganan krisis. Juga mendorong pengembangan sektor keuangan Indonesia,” ujar Kepala Departemen Komunikasi BI, Erwin Haryono, pada Senin (26/8).
Menurut Erwin, asesor menilai bahwa komitmen disiplin fiskal, kinerja makroekonomi yang baik, serta kerangka pengaturan dan pengawasan di sektor perbankan, pasar modal, dan asuransi secara signifikan mendukung penguatan sektor keuangan. Ini mencakup pula bidang keuangan digital, fintech, dan keuangan berkelanjutan. Meskipun demikian, penting untuk terus memantau dan mengurangi risiko dari berbagai sumber, baik ketidakpastian global, domestik, maupun perubahan iklim.
BI memastikan likuiditas perekonomian tetap tumbuh positif. Pada Juli 2024, uang beredar dalam arti luas (M2), yang mencakup uang kertas, uang logam, dan simpanan dalam bentuk rekening koran, mencapai Rp 8.970,8 triliun. Ini menunjukkan peningkatan 7,4 persen year-on-year (YoY), meskipun sedikit menurun dibandingkan pertumbuhan 7,7 persen YoY pada bulan sebelumnya.
Pertumbuhan tersebut didorong oleh pertumbuhan uang beredar sempit (M1) sebesar 6,3 persen YoY dan uang kuasi 7,2 persen YoY. Perkembangan M1 terutama disebabkan oleh uang kartal di luar bank umum dan BPR, serta tabungan rupiah yang dapat ditarik sewaktu-waktu. “Uang kartal yang beredar pada Juli 2024 sebesar Rp 939,5 triliun,” ungkap Erwin Haryono.
Penguatan rupiah saat ini didorong oleh fundamental ekonomi yang solid, dengan pertumbuhan ekonomi sekitar 5 persen dan inflasi yang terkendali dalam sasaran 2,5 plus minus 1 persen. Meskipun ada aksi protes pada Kamis (22/8) terkait revisi UU Pilkada, mata uang Garuda tetap berada di level Rp 15.579 per USD. “Fakta bahwa kemarin tidak terlalu berpengaruh, mungkin itu menunjukkan kedewasaan kita terhadap politik. In relative ekonominya menjadi lebih kuat. Faktor ekonomi, baik eksternal maupun internal, lebih memengaruhi pergerakan rupiah dibandingkan dengan pertimbangan politik. Dan itu yang pada akhirnya memengaruhi market,” jelas Erwin.
Dia menambahkan bahwa dalam dua dekade terakhir, ekonomi telah menjadi faktor dominan bagi pasar. Setelah ketidakpastian global mereda, investor kembali masuk ke pasar keuangan domestik, menunjukkan kepercayaan tinggi investor asing terhadap sektor riil dan portofolio ekonomi Indonesia.
Berdasarkan data transaksi BI, selama periode 19-22 Agustus 2024, nonresiden tercatat membeli neto Rp 15,91 triliun di pasar keuangan domestik. Dana asing masuk dari pasar surat berharga negara (SBN), pasar saham, dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI). Rinciannya, beli neto sebesar Rp 11,45 triliun di pasar SBN, Rp 4,13 triliun di pasar saham, dan Rp 330 miliar di SRBI.
Sementara itu, Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, Juli Budi Winantya, menjelaskan bahwa deflasi yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir dipengaruhi oleh penurunan inflasi pada komponen volatile food atau harga pangan bergejolak. Komponen tersebut mengalami koreksi hingga di bawah 5 persen dibandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya yang sempat mencapai 9 persen. “Kalau terkait daya beli segala macam itu dikaitkan dengan inflasi inti. Kalau kami lihat dari ekspektasi yang terjaga, dari kapasitas perekonomian yang masih cukup dan dari imported inflation yang terkendali,” ujar Juli Budi Winantya.
Ke depan, BI meyakini bahwa inflasi akan tetap terkendali. Kapasitas perekonomian masih besar dan mampu merespons permintaan domestik, serta imported inflation yang terjaga sejalan dengan stabilisasi nilai tukar rupiah.
(XLY)



