Jakarta, Suarabersama.com – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Barat melaporkan bahwa gerakan tanah susulan di Kampung Cigintung, Desa Pasirmulya, Kecamatan Sukatani, Kabupaten Purwakarta, menyebabkan sekitar 250 warga terpaksa mengungsi ke lokasi yang lebih aman.
Menurut Hadi Rahmat, Pranata Humas BPBD Jawa Barat, pihaknya bersama Dinas Kesehatan Provinsi serta BPBD dan Dinkes Kabupaten Purwakarta telah berkolaborasi dalam menangani para pengungsi dan memastikan kebutuhan dasar mereka terpenuhi.
“Pelayanan yang dilakukan antara lain penyediaan logistik makanan dengan dapur umum, dan layanan kesehatan,” katanya, Minggu (15/6), di Bandung.
Berdasarkan data sementara, bencana tersebut telah menyebabkan kerusakan pada sekitar 70 unit bangunan. Dari jumlah tersebut, 57 rumah mengalami kerusakan berat, satu fasilitas umum dan satu tempat ibadah juga rusak berat. Selain itu, tiga rumah mengalami kerusakan sedang dan delapan lainnya rusak ringan.
Lebih lanjut, BPBD Purwakarta mencatat bahwa pergerakan tanah atau amblasan terus meluas dalam kurun waktu 11 hingga 14 Juni 2025. Gerakan tanah tercatat menjalar sejauh 20 meter dari titik awal, dengan kecepatan pertambahan sekitar setiap 10 menit.
Kondisi ini bahkan memaksa warga untuk memindahkan puluhan makam keluarga yang terletak di Kampung Cigintung, Desa Pasirmunjul, akibat tanah yang terus bergerak.
Laporan dari Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan bahwa pergerakan tanah ini merupakan kelanjutan dari aktivitas sebelumnya yang terjadi sejak Minggu (20/4) pukul 22.00 WIB, lalu berulang pada Rabu (23/4), Senin (19/5), Rabu (21/5), dan terakhir pada Sabtu (14/6).
Secara morfologis, kawasan terdampak berada di ketinggian sekitar 370 meter di atas permukaan laut (mdpl) dan memiliki karakteristik perbukitan dengan kemiringan lereng yang tergolong agak curam hingga curam.
Berdasarkan Peta Geologi Lembar Cianjur (Sudjatmiko, 1972), wilayah tersebut tersusun atas formasi batuan Aluvium Tua (Qoa) yang terdiri dari konglomerat dan pasir sungai dengan komposisi andesit dan basal. Selain itu, terdapat pula batuan dari endapan lahar berupa batu pasir tufan dan konglomerat (Qos).
Peta Prakiraan Wilayah Gerakan Tanah pada Mei 2025 dari Badan Geologi menunjukkan bahwa lokasi terdampak masuk dalam zona potensi menengah hingga tinggi terhadap bencana pergerakan tanah. Risiko tersebut akan semakin besar jika curah hujan tinggi terjadi, terutama di area dekat tebing, lembah sungai, atau lereng yang terganggu.
“Kemudian gerakan tanah lama dapat aktif kembali. Adapun faktor penyebabnya karena kemiringan lereng yang agak curam hingga curam di sekitar lokasi, kemudian tanah pelapukan yang tebal yang bersifat poros serta mudah jenuh, dan curah hujan tinggi yang menyebabkan tanah jenuh air,” jelas Kepala Badan Geologi, Muhammad Wafid.



