JAKARTA – Penyelidikan terhadap praktik peredaran beras oplosan bermula dari kejanggalan harga yang mencuat dalam dua bulan terakhir. Meski harga gabah di tingkat petani dan penggilingan menurun, harga beras justru melonjak di tingkat konsumen. Kondisi tak wajar inilah yang kemudian membuka tabir praktik curang dalam distribusi beras.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Pol Helfi Assegaf, menyebut bahwa pihaknya telah memeriksa empat produsen dan distributor yang diduga mencampur beras kualitas rendah lalu menjualnya sebagai beras premium. Pemeriksaan berlangsung pada 10 dan 14 Juli 2025.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyebut praktik ini telah merugikan masyarakat hingga Rp99,35 triliun. Dalam rapat bersama Komisi IV DPR, ia menegaskan bahwa meskipun data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan surplus produksi lebih dari 3 juta ton, harga justru tak terkendali. “Ada ketimpangan yang harus kami telusuri di 10 provinsi penghasil beras utama,” ujarnya.
Unsoed: Unsur Pidana Jelas, Harus Dituntaskan
Pakar hukum pidana Universitas Jenderal Soedirman, Prof. Hibnu Nugroho, menilai kasus ini sudah memenuhi unsur pidana. Ia menekankan bahwa pengoplosan beras merupakan bentuk pelanggaran terhadap standar mutu dan perlindungan konsumen, serta dapat dikategorikan sebagai kejahatan di sektor pangan. “Jika pelaku merupakan korporasi, maka tanggung jawabnya juga melekat pada badan hukum tersebut,” tegasnya.
DPR: Proses Hukum Harus Tegas
Ketua DPR Puan Maharani turut angkat bicara, mendesak agar para pelaku segera diproses secara hukum. Ia merujuk temuan Kementerian Pertanian yang mengidentifikasi bahwa dari 268 merek beras premium yang beredar, 212 di antaranya tak memenuhi ketentuan standar mutu dan takaran. “Ini bentuk penipuan terhadap rakyat,” ujarnya usai rapat paripurna.
Sementara itu, Wakil Menteri Pertanian Sudaryono mengonfirmasi bahwa kasus tersebut telah dilimpahkan ke Bareskrim dan seluruh pihak yang terlibat sedang menjalani pemanggilan.
Dugaan Libatkan BUMD Jakarta
Dari sisi daerah, Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta, Francine Widjojo, mendukung penuh investigasi terhadap dugaan keterlibatan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) FS. Menurutnya, BUMD tersebut patut diduga menjual beras premium yang dioplos dengan beras biasa dan tidak sesuai takaran dalam kemasan. “Semua unsur, baik Bareskrim maupun Dinas KPKP, harus bersinergi menyelesaikan ini,” tegas Francine.
Kasus ini menjadi pengingat penting bahwa pengawasan terhadap pangan pokok seperti beras harus dilakukan secara menyeluruh, melibatkan berbagai pihak mulai dari pusat hingga daerah.



