Suara Bersama

Aset KBRI Paris Berpotensi Disita, Pemerintah Indonesia Siapkan Langkah Hukum Tanggapi Kasus Navayo

Jakarta, Suarabersama.com – Pemerintah Indonesia tengah menghadapi potensi penyitaan aset properti milik Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Paris setelah perusahaan satelit swasta, Navayo International AG, mengajukan eksekusi putusan arbitrase. Kasus ini berakar dari sengketa terkait proyek pengadaan satelit oleh Kementerian Pertahanan RI pada tahun 2016 yang berakhir dengan keputusan arbitrase yang mengharuskan pemerintah Indonesia membayar ganti rugi kepada Navayo.

Dalam konferensi pers yang digelar Kamis (20/3), Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, mengungkapkan bahwa pemerintah akan menyelesaikan kasus ini dengan pendekatan komprehensif untuk menghindari kerugian lebih lanjut di mata internasional. Meskipun Indonesia dihukum dalam proses arbitrase yang digelar di Singapura dan diminta membayar sekitar US$16 juta kepada Navayo, pemerintah Indonesia juga menemukan dugaan wanprestasi yang dilakukan oleh perusahaan satelit tersebut.

“Kasus ini kami pandang serius. Kami menghormati putusan pengadilan internasional, namun kami juga berupaya untuk menghambat proses penyitaan aset Indonesia di Prancis, yang menurut kami bertentangan dengan Konvensi WINA yang melindungi aset diplomatik,” ujar Yusril.

Kasus ini bermula pada tahun 2015 ketika Kementerian Pertahanan RI menginisiasi pembangunan Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan) yang melibatkan sejumlah perusahaan, termasuk Navayo. Namun, karena kendala anggaran, proyek ini tidak dapat dilanjutkan, dan Kementerian Pertahanan gagal memenuhi kewajibannya kepada Navayo sesuai kontrak yang disepakati. Akibatnya, Navayo mengajukan gugatan ke Pengadilan Arbitrase Internasional di Singapura, yang pada akhirnya memutuskan bahwa Indonesia harus membayar utang senilai US$16 juta.

Dalam upaya menanggapi masalah ini, Yusril menegaskan bahwa pemerintah Indonesia akan terus melawan proses eksekusi aset Indonesia di Prancis. Selain itu, pemerintah juga menyiapkan langkah hukum untuk mengatasi dugaan wanprestasi yang dilakukan oleh Navayo, dengan kemungkinan menjadikan perusahaan tersebut sebagai tersangka dalam kasus pidana.

“Saat ini, kami sedang melakukan audit terkait nilai pekerjaan yang dilakukan oleh Navayo. Kami menemukan bahwa pekerjaan yang dilakukan jauh lebih kecil dari nilai kontrak yang disepakati, yakni hanya sekitar Rp1,9 miliar dari total kontrak Rp306 miliar. Jika hasil audit ini cukup, kami akan memproses Navayo sebagai tersangka dan meminta bantuan Interpol untuk menangkap mereka,” lanjut Yusril.

Pemerintah juga berencana untuk membentuk Satuan Tugas (Satgas) yang dipimpin oleh Deputi Bidang Koordinasi Hukum, Nofli, guna memastikan penyelesaian yang transparan dan adil. Yusril juga mengimbau seluruh kementerian dan lembaga untuk lebih berhati-hati dalam menyusun kontrak internasional di masa depan.

“Kami ingin memastikan agar kejadian serupa tidak terulang, dan seluruh kontrak internasional yang melibatkan Indonesia harus melalui konsultasi yang cermat dengan Kemenko Kumham Imipas dan Kementerian Hukum,” ujarnya.

Penyelesaian kasus ini diharapkan dapat memberikan kejelasan hukum dan mencegah kerugian lebih lanjut, serta melindungi aset negara dan reputasi Indonesia di mata internasional.

(HP)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

3 × 2 =