Jakarta – Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) RI, Abdul Mu’ti, menegaskan bahwa insiden ledakan di SMAN 72 Jakarta menjadi peringatan serius bagi kementeriannya untuk melakukan evaluasi dan penguatan sistem agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan.
“Pengalaman ini menjadi alarm bagi kami di kementerian untuk memperkuat tiga hal yang sebelum kejadian ini sudah kami usahakan perubahannya,” kata dia di Jakarta, Minggu (9/11/2025), melansir Antara.
Saat ini, Kemendikdasmen sedang menyusun rancangan Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah mengenai sekolah aman, yang bertujuan menciptakan lingkungan belajar bebas dari kekerasan dan tindakan berisiko lainnya.
Abdul Mu’ti menambahkan bahwa pihaknya berupaya mengubah paradigma pendidikan menuju pendekatan yang lebih humanis, menyeluruh, dan melibatkan berbagai pihak.
“Jadi, pendekatannya melibatkan semuanya, termasuk ada rencana dalam pendekatan partisipatif ini juga melibatkan duta anti kekerasan yang kami rekrut dan berikan pelatihan secara komprehensif,” kata dia.
Selain itu, penguatan peran guru dalam bidang Bimbingan dan Konseling (BK) juga menjadi perhatian penting. Ia menuturkan, sudah ada aturan yang mewajibkan semua guru, baik guru BK maupun non-BK, untuk turut menjalankan fungsi pembimbingan terhadap siswa.
“Ini bukan menambah beban guru, karena guru memang sesuai undang-undang tugasnya itu ada lima. Satu tugasnya adalah pembimbing,” kata dia.
Abdul Mu’ti menjelaskan bahwa peran guru pembimbing akan dihitung sebagai jam mengajar, sehingga tidak diwajibkan mengajar selama 24 jam per minggu.
“Jam mengajar mereka akan dikonversi sebagai guru wali murid yang mendampingi siswa,” kata dia.
Para guru nantinya akan berperan tidak hanya dalam mendampingi masalah akademik, tetapi juga membantu siswa dalam hal psikologis, spiritual, dan sosial. Guru juga diharapkan menjadi jembatan antara sekolah dan orang tua.
Ia menyoroti banyak kasus perundungan berakar dari masalah komunikasi dan dinamika keluarga yang kurang harmonis. Menurutnya, apabila hubungan sekolah dan orang tua diperkuat, maka potensi perundungan bisa diminimalisir.
Ia juga mengakui bahwa angka kasus perundungan di sekolah saat ini masih cukup tinggi, baik pelaku maupun korban di kalangan siswa.
“Inilah yang coba kita tangani dengan sekali lagi, pendekatan yang lebih humanis, komprehensif dan partisipatif,” kata dia.(*)



