Jakarta, Suarabersama.com – Korea Selatan mengungkapkan bahwa Korea Utara melakukan pemblokiran sinyal GPS selama 2 hari berturut-turut pada 8 s/d 9 November 2024, mengganggu sejumlah kapal dan pesawat sipil yang beroperasi di kawasan tersebut. Pemblokiran ini terjadi di wilayah Haeju dan Kaesong, kedua daerah yang berada di Korea Utara, dan meningkatkan kekhawatiran terkait keselamatan transportasi laut dan udara di Laut Kuning.
Kepala Staf Gabungan (JCS) Korea Selatan mengecam tindakan tersebut dan mendesak Korea Utara untuk segera menghentikan provokasi ini. “Korea Utara harus segera menghentikan pemblokiran GPS yang merugikan ini,” tegas JCS dalam pernyataan yang dilaporkan oleh Yonhap, dikutip Senin (11/11).
Meskipun peralatan militer tidak terdampak, pihak militer Korea Selatan mengingatkan agar kapal dan pesawat sipil yang melintasi wilayah Laut Kuning lebih waspada terhadap kemungkinan gangguan yang lebih lanjut.
Serangan pemblokiran sinyal GPS ini merupakan yang kedua kalinya dalam minggu ini setelah Korea Selatan mendeteksi serangan serupa pada hari Selasa. Meski sinyal yang diblokir kali ini lebih lemah dibandingkan dengan beberapa serangan sebelumnya, yang terjadi antara 29 Mei dan 2 Juni, militer Korea Selatan tetap menegaskan bahwa Korea Utara harus bertanggung jawab atas tindakannya.
Pemblokiran GPS oleh Korea Utara menjadi isu yang semakin sering terjadi, dengan dampaknya dirasakan oleh sektor penerbangan dan pelayaran internasional. Pada bulan Juni lalu, Korea Selatan membawa masalah ini ke tingkat internasional, mengajukan protes kepada tiga lembaga internasional terkait: Persatuan Telekomunikasi Internasional (ITU), Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO), dan Organisasi Maritim Internasional (IMO), untuk meminta tindakan yang lebih konkret terhadap provokasi tersebut.
Sebagai respons, ICAO mengeluarkan pernyataan yang mengungkapkan keprihatinan mendalam mengenai pemblokiran sinyal navigasi GPS yang dilakukan Korea Utara. Dalam laporan tersebut, ICAO juga secara eksplisit menyebutkan Korea Utara, pertama kalinya dalam sejarah, untuk menanggapi langsung ancaman tersebut.
Tindakan Korea Utara ini semakin memperburuk ketegangan di kawasan, sementara masyarakat internasional menuntut langkah tegas terhadap gangguan terhadap sistem navigasi yang penting ini.
(HP)



