Suara Bersama

Menteri Pertanian Bantah Penolakan Masyarakat Adat terhadap Proyek Cetak Sawah di Papua Selatan

Jakarta, Suarabersama – Proyek cetak sawah seluas 1 juta hektare (ha) di Papua Selatan dikabarkan mendapat penolakan dari sejumlah kelompok masyarakat adat. Namun, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman membantah tuduhan tersebut. Menurutnya, pihak kementerian telah melakukan kunjungan ke Papua Selatan, khususnya di Merauke, sebanyak delapan kali, dan tidak menemukan adanya penolakan dari masyarakat setempat.

“Kami sudah berkali-kali mengunjungi Merauke, khususnya di Distrik Kurik, dan tidak ada penolakan. Bahkan masyarakat di sana justru mendorong agar program ini dipercepat,” ungkap Amran dalam rapat kerja dengan Komisi IV di Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, pada Selasa (5/11/2024).

Amran menjelaskan bahwa masyarakat di Merauke sangat antusias terhadap program cetak sawah ini karena mereka akan mendapatkan bantuan peralatan pertanian secara gratis, mulai dari mesin pertanian (alsintan), bibit, hingga perbaikan irigasi.

“Kami memberikan alsintan secara gratis, serta perbaikan 40.000 saluran irigasi juga tanpa biaya,” jelas Amran.

Pernyataan Menteri Pertanian ini merespons komentar Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi PDIP, Edoardus Kaize, yang sebelumnya mengungkapkan bahwa pada awalnya tidak ada masalah terkait rencana proyek cetak sawah. Namun, menurut Edoardus, belakangan muncul penolakan karena masyarakat adat tidak dilibatkan sejak awal dalam proses perencanaan proyek tersebut.

“Evidennya, pada awal proyek ini tidak melibatkan masyarakat adat. Hal ini menimbulkan perdebatan, meskipun proyek ini tetap berjalan. Kami berharap proses ini dapat diperbaiki ke depannya,” ujar Edoardus.

Edoardus juga menegaskan bahwa jika sejak awal masyarakat adat dilibatkan, kemungkinan besar tidak akan ada penolakan yang besar. Ia meminta agar Kementerian Pertanian melibatkan berbagai pihak terkait dalam rencana pengembangan di Papua Selatan.

“Jika masyarakat adat diajak bicara dari awal, saya rasa masalah ini tidak akan sebesar sekarang. Ini harus diperbaiki untuk kedepannya,” tegasnya.

Lebih lanjut, Edoardus menyoroti bahwa komoditas utama yang dikonsumsi oleh masyarakat Papua bukanlah beras, melainkan sagu. Ia juga mengingatkan bahwa lahan yang akan digunakan untuk proyek cetak sawah tersebut juga merupakan lahan yang sebelumnya digunakan untuk tanaman sagu.

“Saya berharap pengembangan pertanian di sana tidak hanya fokus pada beras. Kami harus melihat konteks lokal, di mana sagu adalah makanan pokok. Dalam lahan yang akan dibuka untuk sawah, banyak terdapat tanaman sagu, jadi harapannya perlu ada keselarasan antara produksi beras dan sagu,” kata Edoardus.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

8 − 6 =