Jakarta, Suarabersama.com – Wakil Menteri Keuangan II Thomas Djiwandono menegaskan bahwa target pertumbuhan ekonomi sebesar 8% yang ditetapkan oleh pemerintahan presiden terpilih Prabowo Subianto bukanlah sebuah impian. Menurutnya, pencapaian tersebut merupakan suatu keharusan untuk mengangkat Indonesia keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah.
“Upaya ini penting bagi Indonesia untuk terbebas dari perangkap negara berpendapatan menengah. Mencapai pertumbuhan 8% yang ambisius bukanlah mimpi, tetapi keharusan,” ungkap Thomas dalam acara The International Seminar and Growth Academy ASEAN di Gedung Dhanapala Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, pada Selasa (24/9/2024).
Untuk merealisasikan pertumbuhan ekonomi 8%, Thomas menyatakan bahwa Indonesia perlu memanfaatkan mesin pertumbuhan baru seperti ekonomi digital dan ekonomi hijau. Selain itu, pengembangan sumber daya manusia melalui investasi dalam pendidikan, keterampilan, dan kesehatan menjadi kunci untuk menciptakan tenaga kerja masa depan yang produktif dan inovatif.
“Kita harus menekankan peran inovasi teknologi dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Merangkul transformasi digital dan mendorong inovasi akan memungkinkan kita untuk bersaing secara global dan membuka peluang baru bagi semua. Keberlanjutan juga merupakan kunci,” tambahnya.
Thomas, yang juga merupakan keponakan Prabowo, menjelaskan bahwa fokus utama pemerintah ke depan akan mencakup pendidikan, kesehatan, ketahanan pangan, dan ketahanan energi. Proyek-proyek yang layak secara komersial juga akan diupayakan melalui kemitraan publik dan swasta.
“Investasi akan sangat penting dalam mendorong fase pembangunan berikutnya, dengan anggaran negara difokuskan pada pemenuhan kebutuhan kesejahteraan jangka panjang,” jelas Thomas.
Tantangan Keluar dari Negara Berpendapatan Menengah
Thomas mengidentifikasi beberapa tantangan yang dapat menghambat transisi menuju status negara berpendapatan tinggi. Tantangan tersebut termasuk ancaman perubahan iklim dan kemungkinan adanya pandemi lain yang dapat berdampak pada perekonomian negara-negara ASEAN.
“Ada beberapa tantangan yang dapat mempersulit transisi menuju ekonomi berpendapatan tinggi, seperti ancaman perubahan iklim dan kemungkinan pandemi lain yang akan mengancam dan mengguncang pertumbuhan ekonomi,” papar Thomas.
Selain tantangan di masa depan, ada juga tantangan saat ini seperti populasi yang menua, produktivitas rendah, kurangnya daya saing, ketimpangan, serta kelemahan dalam kapasitas kelembagaan dan tata kelola.
Thomas mengingatkan agar tetap waspada karena negara-negara ASEAN tidak luput dari jebakan negara berpendapatan menengah. Saat ini hanya dua negara ASEAN yang dapat dianggap sebagai negara berpendapatan tinggi, yaitu Singapura dan Brunei Darussalam.
“Menghadapi kenyataan ini sangat penting bagi negara-negara ASEAN berpendapatan menengah untuk menyusun strategi yang baik, jelas dan konkret agar terhindar dari jebakan negara berpendapatan menengah dan dapat bertransisi dengan lancar menuju negara berpendapatan tinggi,” tegasnya.
(XLY)