Jakarta, Suarabersama.com – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan bahwa hingga akhir tahun 2023, total kredit atau pembiayaan berkelanjutan yang telah disalurkan mencapai angka Rp 1,95 triliun. Jumlah ini menunjukkan adanya pertumbuhan yang signifikan dibandingkan dengan tahun 2019, ketika total kredit berkelanjutan tercatat sebesar Rp 927 triliun.
“Total kredit atau pembiayaan berkelanjutan terus menunjukkan kenaikan, dimana pada 2019 hanya sebesar Rp 927 triliun, kemudian 2020 naik menjadi Rp 1,18 triliun, 2021 sebesar Rp 1,40 triliun, 2022 sebesar Rp 1,57 triliun, dan pada 2023 kembali meningkat mencapai Rp 1,95 triliun,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, dalam pernyataan tertulis yang dikutip pada Minggu, 15 September 2024. Peningkatan ini mencerminkan komitmen yang terus tumbuh terhadap pembiayaan yang mendukung keberlanjutan lingkungan.
Penyaluran kredit berkelanjutan ini mengikuti ketentuan yang tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) 51/2017 dan POJK 60/2017, yang kemudian direvisi menjadi POJK 18/2023, terkait dengan pendefinisian Kegiatan Usaha Berwawasan Lingkungan (KUBL). Sebagai bagian dari upaya untuk memberikan kategori keberlanjutan yang lebih spesifik, OJK juga telah meluncurkan Taksonomi Hijau Indonesia (THI) dan Taksonomi Keuangan Berkelanjutan Indonesia (TKBI). Ini merupakan langkah penting dalam menetapkan pendefinisian dan kategorisasi yang jelas terkait pembiayaan berkelanjutan, sehingga bank-bank dapat mengacu pada panduan ini untuk setiap sektor dan subsektor sesuai dengan ketentuan yang ada.
“Hal ini dipengaruhi oleh dorongan baik dari regulator maupun stakeholders sehingga perbankan semakin menganggap aspek pembiayaan berkelanjutan ini sangat penting,” ujar Dian, menyoroti pengaruh positif dari berbagai pihak yang terlibat dalam mempromosikan keberlanjutan dalam sektor perbankan.
Namun, Dian juga mencatat bahwa terdapat tantangan utama dalam upaya untuk meningkatkan penyaluran kredit pada segmen pembiayaan berkelanjutan. Tantangan tersebut meliputi perlunya sinergi dan sinkronisasi kebijakan antara berbagai pihak, dukungan yang konsisten dari sektor riil, serta penerapan yang efektif di tingkat Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Selain itu, peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) di sektor perbankan juga sangat penting untuk memahami, menilai, dan mempersiapkan aksi mitigasi serta adaptasi dalam proses transisi menuju sektor ekonomi yang lebih berkelanjutan.
OJK berkomitmen untuk terus memperbarui regulasi dan kebijakan guna mendukung pencapaian target Net Zero Emissions (NZE). Upaya ini juga mencakup dorongan kepada perbankan untuk meningkatkan penyaluran kredit di segmen hijau dan keberlanjutan dengan mengikuti standar internasional dan praktik terbaik. “Diskusi dan sinergi dukungan kebijakan bersama kementerian terkait juga terus dilaksanakan karena membutuhkan kolaborasi berbagai pihak untuk mempersiapkan kerangka perekonomian yang berkelanjutan secara berkesinambungan untuk mencapai target nasional net zero emission pada 2060 atau lebih cepat,” ucap Dian.
Dengan langkah-langkah ini, OJK berharap dapat mendorong pertumbuhan sektor keuangan berkelanjutan yang sejalan dengan target lingkungan global dan nasional, serta menciptakan dampak positif yang berkelanjutan bagi perekonomian Indonesia.
(XLY)



