Jakarta, Suarabersama.com – Arab Saudi mungkin tidak akan senang jika Kamala Harris menjadi presiden Amerika Serikat. Hal ini diyakini sejumlah pengamat mengingat sikap Putra Mahkota Arab Saudi sekaligus Perdana Menteri (PM) Mohammed bin Salman (MBS).
Harris yang dekat dengan aktivis hak asasi manusia (HAM) menjadi alasan utama. Harris bisa mengungkit catatan buruk Arab Saudi mengenai HAM, termasuk kematian kontributor Washington Post, Jamal Khashoggi, yang kerap dikaitkan dengan MBS.
“Kandidat presiden liberal seperti Kamala Harris, yang dekat dengan aktivis hak asasi manusia juga akan mengkhawatirkan,” kata Mathew Burrows, pengamat lembaga penelitian Stimson Center, dalam wawancara dengan Business Insider, dikutip Jumat (26/7/2024).
“Putra Mahkota Mohammed khawatir bahwa, di bawah pemerintahan Harris yang liberal, Partai Demokrat akan lebih vokal mengenai catatan hak asasi manusia Saudi yang suram,” tambahnya.
Harris, dalam kampanyenya pada tahun 2020, vokal menyinggung kematian Khashoggi di Turki. Ia bahkan menyebut “serangan terhadap jurnalis di mana pun” tidak dapat dibenarkan dan mendukung undang-undang di Senat untuk mempublikasikan lebih banyak informasi tentang kematian warga Arab Saudi itu.
Harris mengatakan AS perlu mengevaluasi kembali hubungan dengan Arab Saudi secara mendasar. Ia juga menekankan pentingnya AS menanamkan pengaruh sesuai nilai-nilai dan kepentingan Amerika.
“Harris dapat memperumit hal ini,” tambah Burrows.
“Calon presiden yang lebih konfrontatif dapat menjadi hambatan bagi tujuan AS dalam menormalisasi hubungan Arab Saudi dengan Israel, sekutu penting AS di kawasan lainnya,” katanya, merujuk upaya AS beberapa tahun terakhir yang menjadi perantara normalisasi negara-negara Arab dan Israel, guna menyeimbangkan pengaruh regional Iran.
Harris juga merupakan pendukung utama hak-hak perempuan dan kelompok LGBTQ+. Menurut Burrows, ini bertentangan dengan hukum Arab Saudi di mana perempuan harus memiliki wali laki-laki dan hubungan sesama jenis adalah ilegal.
Profesor Hubungan Internasional di London School of Economics, Fawaz Gerges, juga menyampaikan sentimen serupa. Menurutnya, mundurnya Biden mungkin mengejutkan para penguasa Timur Tengah yang tidak terbiasa menyerahkan kekuasaan dengan mudah.
“Motto mereka adalah ‘sampai maut memisahkan kita’,” kelakarnya merujuk kekuasaan penguasa kawasan itu.
Meski begitu, kedua pakar yakin para pejabat Arab Saudi mungkin mengharapkan kesinambungan dari kepresidenan Harris, sehingga memperluas pendekatan Biden terhadap Timur Tengah.
Harris kini mendapat dukungan mayoritas Demokrat setelah Biden mundur dari pemilu presiden (pilpres) AS. Namun keputusan resmi partai belum diambil, kemungkinan Agustus.
(HP)