Suara Bersama

Kebijakan “Cleansing” Di Dunia Pendidikan

Jakarta, Suarabersama.com – Baru-baru ini Pemerintah Daerah Khusus Jakarta (DKJ) memberlakukan sistem cleansing atau pembersihan guru honorer. Melalui kebijakan tersebut, banyak guru honorer di Jakarta yang diberhentikan secara sepihak oleh dinas pendidikan, bahkan beberapa guru honorer yang dipecat itu ada yang sudah mengajar lebih dari 10 tahun.

Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Budi Awaluddin buka suara soal pemutusan kontrak guru honorer dengan sistem cleansing. “Di Jakarta kalau berdasarkan data kami lebih dari 3.000 hingga 4.000, karena 1 sekolah satu dan ada yang dua. Di sekolahnya tidak terlalu banyak, tetapi pengalinya (sekolahnya) banyak,” ucap Budi di Balai Kota DKI, Jakarta Pusat, Rabu 17 Juli 2024.

Budi mengklaim pihaknya sebenarnya sudah menginformasikan kepada kepala sekolah dari tahun 2017 hingga 2022 untuk tidak mengangkat guru honorer. Namun, banyak kepala sekolah yang nekat melakukan perekrutan. Ditambah pula adanya temuan BPK pada 2023 terhadap sistem pemberian gaji guru honorer yang melalui BOS tidak sesuai aturan. hal tersebut yang menjadi latar belakang dinas melakukan kebijakan cleansing.

Budi mengatakan yang dilakukan Dinas Pendidikan sebenarnya memanusiakan manusia, karena sebagai upaya menertibkan dan agar perekrutan guru honorer lebih jelas termasuk pemberian gaji yang sesuai standar. Budi pun menjelaskan soal empat kriteria guru honorer yang mendapat gaji dari dana BOS. Kriteria itu, yakni diperuntukkan untuk guru bukan aparatur sipil negara (ASN), guru yang terdata di dalam Data Pokok Pendidikan atau Dapodik, guru yang memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK) dan guru yang tidak ada tunjangan guru. Namun, dari 4 kriteria itu, mereka yang kena cleansing tidak memiliki data Dapodik dan NUPTK.

Menurut Budi, guru honorer tersebut tidak dipecat, melainkan Disdik melakukan penataan dan penertiban. Dinas Pendidikan pun telah mewadahi guru honorer secara legal, yakni ada KKI (kontrak kerja individu) yang gajinya diambil dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah atau APBD, kemudian ada Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dan ASN. “Itu perekrutannya jelas dipublis. Sesuai ketentuan dan dilakukan secara transparan,” kata Budi.

(HP)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

13 + four =