Suara Bersama

Kasus Beras Ilegal Sabang, Pemerintah Perkuat Komitmen Swasembada

Jakarta – Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menegaskan bahwa kebijakan pelarangan impor beras tetap diberlakukan secara penuh, meskipun harga beras internasional tengah mengalami penurunan. Sikap ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam menjaga swasembada pangan secara jangka panjang.

“1 liter pun (beras impor) enggak boleh masuk di Indonesia,” tegas Amran saat ditemui usai rapat kerja bersama Komisi IV DPR RI di Jakarta, Senin.

Pernyataan tersebut merespons kasus dugaan impor ilegal yang dilakukan pengusaha berinisial PT MSG di Sabang, Aceh. Gudang penyimpanan beras perusahaan tersebut telah disegel melalui koordinasi antara aparat penegak hukum dan Kementerian Pertanian. Pasokan yang didatangkan dari Thailand itu dianggap melanggar kebijakan nasional, terlebih karena Presiden Prabowo Subianto secara tegas telah menetapkan pelarangan impor beras.

Amran menjelaskan bahwa salah satu pemicu terjadinya impor tersebut adalah status Sabang sebagai kawasan free trade zone yang tidak memberlakukan bea masuk. Meski demikian, impor tetap tidak diperbolehkan karena tidak sesuai dengan kebijakan pemerintah yang mengutamakan kedaulatan pangan.

“Bapak Presiden sudah menyampaikan bahwa insya Allah tahun ini tidak impor. Sudah swasembada, lebih dari cukup (produksi dalam negeri),” ujar Mentan.

Produksi beras nasional bahkan disebut melampaui target pemerintah. Amran menyebut capaian produksi diproyeksikan mencapai 34,7 juta ton, lebih tinggi dari target 32 juta ton. Dengan demikian, impor tidak memiliki urgensi karena pasokan dalam negeri sangat mencukupi.

Lebih jauh, Amran menilai bahwa masuknya 250 ton beras impor ke Sabang tidak berdampak signifikan terhadap pasokan nasional. Namun, hal tersebut dapat memicu kegaduhan politik dan memberikan persepsi salah mengenai kondisi pangan Indonesia. Ia mengapresiasi dukungan dari Komisi IV DPR dalam mendorong penindakan tegas terhadap para pelaku impor ilegal demi menjaga stabilitas kebijakan dan kesejahteraan petani.

Menurut Amran, motif para pelaku impor tersebut semata-mata didorong oleh keuntungan bisnis, seiring harga beras internasional yang turun drastis dari 650 dolar AS per ton menjadi sekitar 340 dolar AS per ton. Penurunan itu terjadi karena Indonesia menghentikan impor, sehingga negara produsen sengaja menurunkan harga agar Indonesia kembali menjadi pembeli utama.

Ia mengungkapkan bahwa dua tahun lalu Indonesia mengimpor tujuh juta ton beras. Penghentian impor membuat harga global anjlok karena produsen kehilangan pasar besar. Pemerintah pun mendapat banyak tekanan dari negara tetangga untuk kembali membuka keran impor, tetapi Indonesia tetap memilih mempertahankan prinsip swasembada.

“Jadi Indonesia membuat harga pangan dunia negara lain murah. Kenapa? Impor kita dua tahun berturut-turut 7 juta ton. Tiba-tiba kita hentikan impor, sehingga kami dilobi untuk menerima impor dari negara tetangga, tetapi tekat kita adalah swasembada,” jelas Amran.

Menanggapi kritik terkait kebocoran impor, Amran menegaskan bahwa setiap pelanggaran akan diproses sesuai aturan. Ia menekankan bahwa status swasembada tidak bisa diukur dari tindakan oknum, tetapi dari produksi nasional yang telah terbukti mencukupi kebutuhan dalam negeri.

“Apa sih artinya kalau 250 ton? Itu hanya mengganggu secara politik. Janganlah serakahnomics diulang. Kalau ada itu 250 ton, enggak ada artinya. Kecil banget. Cuma mengganggu saja,” ucapnya.

Ketua Komisi IV DPR RI Siti Hediati Hariyadi (Titiek Soeharto) dalam kesempatan yang sama meminta agar pelaku impor ilegal 250 ton beras di Sabang diproses sesuai hukum.

 

“Ini pemerintah sudah mencanangkan tidak ada impor beras. Kita sudah swasembada beras. Jadi siapa pun itu yang masukin, mau coba-coba impor beras, kami minta supaya ditindak secara hukum,” kata Titiek. (*)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

4 × three =