Jakarta – Komisi VII DPR RI memanggil delapan perusahaan air minum dalam kemasan (AMDK) untuk memberikan klarifikasi mengenai sumber air yang mereka gunakan.
Perusahaan yang hadir antara lain PT Tirta Investama (Aqua), PT Panfila Indosari (RON 88), PT Amidis Tirta Mulia (Amidis), PT Muawanah Al Ma’soem (Ma’soem), PT Tirta Fresindo Jaya (Le Minerale), PT Super Wahana Tehno (Pristine), PT Sariguna Primatirta (Cleo), dan PT Jaya Lestari Sejahtera (Yasmin).
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Evita Nursanty, menjelaskan bahwa pemanggilan ini merupakan bentuk pengawasan atas munculnya polemik seputar penggunaan bahan baku AMDK yang diduga tidak sesuai dengan klaim perusahaan kepada publik.
“Komisi VII DPR RI melalui rapat pada hari ini bermaksud melakukan pengawasan atas mencuatnya polemik di ruang publik mengenai dugaan penggunaan bahan baku AMDK yang tidak sesuai dengan klaim sumber air pegunungan yang selama ini dipromosikan oleh perusahaan produsen AMDK,” ujar Evita dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Senin (10/11).
Evita menegaskan bahwa DPR ingin mendengarkan penjelasan langsung dari para produsen AMDK untuk memperjelas isu yang beredar di masyarakat.
“Jadi kita ini semua nggak mendengar dan membaca dari media saja, kami juga ingin mendengar klarifikasi langsung dari para perusahaan sebagai produsen AMDK di Indonesia. Kita mau tahu juga nih sumber air yang sebenarnya dari mana sih yang dipergunakan, apakah aturan-aturan itu sudah dimiliki atau tidak,” tambahnya.
Selain itu, rapat juga membahas kebijakan standardisasi bahan baku AMDK yang ditetapkan oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin).
Kebijakan tersebut dipaparkan oleh Plt. Dirjen Industri Agro Putu Juli Ardika dan Kepala BSKJI Kemenperin Emmy Suryandari.
“Rapat ini menjadi forum utama untuk mendengarkan kebijakan mengenai standarisasi bahan baku air minum dalam kemasan dan dari Dirjen Agro dan Kepala BSKJI, Kementerian Perindustrian, serta klarifikasi langsung,” ujar Evita.
Dalam forum tersebut, PT Tirta Investama (Aqua) menegaskan bahwa pihaknya memakai bahan baku air pegunungan.
Namun, Vera Galuh Sugijanto, Vice President General Secretary Danone Indonesia, menjelaskan bahwa air tersebut diperoleh melalui sistem pengeboran dari lapisan tanah dalam yang terlindungi.
“Izin kami menyampaikan pengeboran itu adalah cara yang harus dilakukan untuk bisa mendapatkan air dari sumber tanah dalam atau kita menyebutnya akuifer yang tertekan atau akuifer yang terlindungi,” ujar Vera.
Sementara itu, PT Tirta Fresindo Jaya (Le Minerale) menggunakan sumber air tanah dalam di kedalaman 80–120 meter dari daerah resapan di atas 800 meter. PT Panfila Indosari (RON 88) mengambil air dari celah batuan pegunungan Gunung Mandalawangi, Kabupaten Bandung., PT Muawanah Al Ma’soem (Ma’soem) memanfaatkan mata air dari pegunungan Manglayang di Cileunyi, Bandung., PT Amidis Tirta Mulia (Amidis) menggunakan air bawah tanah dengan metode destilasi., PT Sariguna Primatirta (Cleo) dan PT Jaya Lestari Sejahtera (Yasmin) sama-sama memakai sumber air tanah dalam, sementara PT Super Wahana Tehno (Pristine) menggunakan mata air dari Gunung Pangrango.
Beberapa kesimpulan dihasilkan terkait penerapan standar bahan baku AMDK berdasarkan Permenperin No. 96 Tahun 2011, Permenperin No. 62 Tahun 2024, dan Permen ESDM No. 14 Tahun 2024.
Pertama Komisi VII DPR meminta seluruh perusahaan AMDK menyerahkan data tertulis terkait izin usaha, sumber air baku, kapasitas produksi, tenaga kerja, serta kewajiban pajak dan retribusi. Transparansi sumber air kepada publik juga menjadi kewajiban utama.
Kedua DPR meminta Dirjen Industri Agro dan Kepala Standardisasi Kemenperin menyusun kebijakan pemanfaatan sumber daya air yang berkelanjutan, termasuk penerapan industri hijau.
Ketiga Komisi VII DPR RI juga berencana membentuk Panitia Kerja (Panja) Industri AMDK untuk merumuskan tata kelola dan rekomendasi kebijakan industri air minum dalam kemasan di Indonesia. (*)



