Jakarta, Suarabersama – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap dugaan korupsi yang melibatkan Gubernur Riau Abdul Wahid dengan modus “jatah preman” senilai sekitar Rp 7 miliar. Dalam penyelidikan, istilah rahasia “7 batang” disebut sebagai kode yang digunakan dalam aliran uang tersebut.
Permintaan dana ilegal ini berasal dari peningkatan anggaran Dinas PUPR PKPP untuk pembangunan jalan dan jembatan wilayah I–VI, yang dinaikkan secara signifikan. Dalam pertemuan tertutup, enam Kepala UPT sepakat menyisihkan fee untuk gubernur sebesar 5 persen dari anggaran, meski awalnya hanya 2,5 persen.
Wakil Ketua KPK menyatakan bahwa kode “7 batang” ini digunakan untuk melaporkan setoran jatah secara terselubung, agar tidak mencolok sebagai pemerasan. Uang yang disepakati sebanyak Rp7 miliar kemudian mengalir dalam beberapa gelombang setoran.
Menurut hasil penyidikan awal, sejumlah pejabat terdekat Gubernur Wahid tercatat menerima aliran uang tersebut. Kasus ini menegaskan potensi praktik pemerasan sistemik di lingkup pemerintahan provinsi, di mana anggaran publik diselewengkan untuk keuntungan pribadi pejabat tinggi.



