Jakarta – Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa pemerintahannya memiliki komitmen kuat untuk memperjuangkan hak masyarakat atas hunian layak. Lebih dari itu, sektor perumahan dipandang sebagai salah satu pendorong utama pertumbuhan ekonomi nasional.
“Saudara-saudara sekalian, perumahan adalah sangat penting, dan perumahan itulah yang bisa juga selain memenuhi kebutuhan yang sangat penting untuk rakyat terutama yang berpenghasilan rendah juga perumahan itu bisa dan selalu menjadi motor dari pertumbuhan ekonomi,” ujar Prabowo di Cileungsi, Kabupaten Bogor, Senin.
Menurut Presiden, pemerintah menargetkan pembangunan hingga 3 juta unit rumah rakyat dalam beberapa waktu ke depan.
“Karena itu, kami kasih target yang sangat tinggi yaitu 3 juta rumah. Target itu selalu tinggi, target itu memang harus kita kejar, harus kita capai, saya ingat kata-kata proklamator kita Bung Karno. Gantungkan lah cita-citamu setinggi langit, kalau kau tidak sampai paling sedikit kau akan jatuh diantara bintang-bintang,” ucap dia.
Ia juga menegaskan bahwa program perumahan ini akan dijalankan beriringan dengan kebijakan ketahanan pangan dan energi nasional.
“Saya yakin tahun depan akan lebih banyak lagi rumah yang bisa kita bangun. Perumahan kita amankan, pangan kita amankan, energi kita amankan. Semua untuk rakyat Indonesia,” ucapnya.
Pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo telah menyiapkan delapan kebijakan strategis guna memperluas akses terhadap perumahan, khususnya bagi kelompok masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Langkah ini ditujukan agar masyarakat semakin mudah memiliki rumah dengan beban biaya yang lebih ringan dan proses birokrasi yang dipermudah.
Berdasarkan informasi yang diterima, kebijakan pertama adalah pembebasan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang sebelumnya sebesar 5 persen, kini dihapuskan bagi pembeli rumah pertama dari kalangan MBR.
Kedua, perizinan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG)—yang sebelumnya dikenal sebagai IMB—digratiskan untuk rumah subsidi. Durasi perizinan pun dipercepat, dari 45 hari menjadi hanya 10 hari.
Ketiga, pemerintah kini menanggung PPN atas rumah dengan nilai jual di bawah Rp2 miliar, sehingga harga rumah menjadi lebih terjangkau bagi masyarakat luas.
Langkah selanjutnya, Bank Indonesia diminta menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) dari 5 persen menjadi 4 persen guna meningkatkan likuiditas sektor perbankan. Kuota Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) pun ditingkatkan dari 220.000 menjadi 350.000 unit per tahun.
Pemerintah juga mendorong sektor swasta untuk turut serta dalam program BSPS (Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya), yang fokus memperbaiki rumah tidak layak huni melalui skema rumah swadaya, guna mengurangi backlog perumahan.
Keenam, melalui koordinasi lintas kementerian seperti Kemenko Perekonomian, Kementerian Keuangan, serta dukungan dari lembaga seperti Danantara, pemerintah membuka akses kredit perumahan yang lebih fleksibel untuk masyarakat.
Kebijakan ketujuh, bukan hanya bank milik negara (Himbara), tetapi kini bank swasta juga diberikan mandat untuk menyalurkan pembiayaan FLPP, memperluas jangkauan ke daerah-daerah pelosok.
Terakhir, program FLPP kini juga menyasar pekerja informal seperti asisten rumah tangga, guru honorer, buruh pabrik, dan sektor non-formal lainnya agar seluruh lapisan masyarakat dapat merasakan kemudahan memiliki hunian. (*)