Jakarta – Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, Prof. Tjandra Yoga Aditama, menyoroti potensi masalah dalam program Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang dapat berujung pada keracunan massal. Ia menegaskan, insiden keracunan pangan sejatinya bisa terjadi di negara mana pun, bukan hanya di Indonesia.
Dalam keterangan tertulis, yang dikutip dari cnbcindonesia Senin (29/9/2025), Tjandra menjelaskan bahwa WHO telah mengidentifikasi setidaknya lima faktor yang dapat diuji di laboratorium untuk mengetahui penyebab keracunan makanan. Hal itu juga perlu dilakukan di Indonesia dalam kasus keracunan yang dikaitkan dengan MBG.
Merujuk hasil uji laboratorium sampel makanan MBG di Jawa Barat, Tjandra menyebut ada dua temuan utama: bakteri Salmonella, yang biasanya berasal dari makanan tinggi protein seperti daging, unggas, dan telur serta Bacillus cereus, bakteri yang dapat berkembang akibat penyimpanan nasi yang tidak tepat.
Lebih lanjut, ia memaparkan lima kelompok pemicu keracunan pangan menurut WHO. Pertama, bakteri seperti Salmonella, Campylobacter, Escherichia coli, Listeria, hingga Vibrio cholerae. Kedua, virus seperti Norovirus dan Hepatitis A. Ketiga, parasit seperti trematoda, cacing pita, Ascaris, hingga Giardia. Keempat, prion, yakni protein infektif yang dapat memicu penyakit seperti BSE. Kelima, kontaminasi bahan kimia, mulai dari logam berat (timbal, merkuri), polutan organik persisten, hingga berbagai toksin seperti aflatoksin.
“Berbagai potensi yang disebut WHO ini tentu patut jadi pertimbangan kita, walau tidak berarti bahwa keracunan makanan yang berhubungan dengan MBG saat ini pasti disebabkan faktor-faktor tersebut. Penjelasan umum WHO ini hanya sebagai bentuk kewaspadaan,” ujar Tjandra, yang kini menjabat Direktur Pascasarjana Universitas YARSI sekaligus Adjunct Professor Griffith University.
(HP)