Suara Bersama

Tiga Pulau Diklaim Masuk Maluku Utara, Papua Barat Daya Ajukan Protes Resmi

Jakarta – Gubernur Papua Barat Daya (PBD) Elisa Kambu menemui Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Ribka Haluk untuk membahas status tiga pulau yang kini berada di bawah administrasi Kabupaten Halmahera Tengah, Provinsi Maluku Utara. Ketiga pulau tersebut — Pulau Sayang, Pulau Piyai, dan Pulau Kiyas — selama ini diyakini merupakan bagian dari Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya.

“Tiga pulau ini bukan sekadar tanah, tapi bagian dari identitas orang Papua. Secara historis, adat, dan yuridis, ketiganya adalah bagian dari Raja Ampat,”kata Elisa Kambu dalam keterangan tertulis yang  diterima di Sorong, Kamis.

Gubernur menegaskan, pihaknya tidak dapat menerima jika tanah yang dianggap milik masyarakat Raja Ampat diambil tanpa adanya musyawarah dan persetujuan dari pemerintah daerah serta masyarakat adat setempat.

Menurut Elisa Kambu, secara historis sejak era kolonial Belanda (1952–1955), ketiga pulau tersebut telah menjadi bagian dari onderafdeling Raja Ampat dan tidak pernah terpisah dari wilayah itu.

Sejumlah dasar hukum juga disebut memperkuat klaim Papua Barat Daya atas wilayah tersebut, seperti UU Nomor 12 Tahun 1969 tentang Pembentukan Provinsi Otonom Irian Barat, dan UU Nomor 45 Tahun 1999 tentang pembentukan Provinsi Irian Jaya Barat (sekarang Papua Barat).

Selain itu, RTRW Provinsi Papua Barat Tahun 2021–2041 juga masih mencantumkan ketiga pulau sebagai bagian dari Kabupaten Raja Ampat.

Namun, berdasarkan Keputusan Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG) Nomor 51 Tahun 2021, serta Keputusan Mendagri Nomor 100.1.1-6117 Tahun 2022 dan Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025, status administratif pulau-pulau tersebut berubah dan dimasukkan ke wilayah Halmahera Tengah, Provinsi Maluku Utara.

Gubernur menilai perubahan tersebut dilakukan secara sepihak dan tidak melibatkan Pemerintah Kabupaten Raja Ampat maupun Pemerintah Provinsi Papua Barat saat itu.

“Kami anggap ini bentuk pengingkaran terhadap prinsip-prinsip kedaulatan daerah dan hak masyarakat adat,”ujar Elisa Kambu.

Ia juga menye but bahwa proses penetapan ini bertentangan dengan PP Nomor 2 Tahun 2021 tentang Penataan Daerah serta Permendagri Nomor 141 Tahun 2017 tentang Penegasan Batas Daerah.

Menanggapi hal tersebut, Wamendagri Ribka Haluk menyatakan akan mempelajari secara menyeluruh seluruh dokumen yang telah diserahkan oleh Pemprov Papua Barat Daya.

“Kami akan mempelajari seluruh dokumen ini terkait status ketiga pulau itu,” ujarnya.

Ribka juga menyampaikan komitmennya untuk memfasilitasi dialog lanjutan antara Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya dan Pemerintah Provinsi Maluku Utara, demi menyelesaikan persoalan batas wilayah ini secara damai dan berdasarkan hukum.

Pertemuan antara Gubernur Elisa Kambu dan Wamendagri berlangsung pada 24 September 2025 di Ruang Rapat Gedung A Kemendagri, Jakarta. Kambu didampingi sejumlah pejabat tinggi, termasuk Penjabat Sekda PBD, pimpinan DPR Papua Barat Daya, Bupati dan Wakil Bupati Raja Ampat, serta tokoh adat dari wilayah terkait.

Dalam pertemuan tersebut, Elisa Kambu menyampaikan aspirasi masyarakat Papua Barat Daya agar Pulau Sayang, Piyai, dan Kiyas dikembalikan ke wilayah administratif Kabupaten Raja Ampat. (*)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

4 × 5 =