Jakarta, Suarabersama.com – Gelombang seruan boikot produk yang dianggap terafiliasi dengan Israel terus bergema di ruang publik dan media sosial. Gerakan ini lahir sebagai bentuk solidaritas terhadap perjuangan rakyat Palestina. Namun, sejumlah kalangan mengingatkan bahwa aksi boikot yang tidak tepat sasaran justru dapat menimbulkan kerugian baru bagi pekerja, perusahaan nasional, dan perekonomian Indonesia.
Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (Aspirasi), Mirah Sumirat, menilai gerakan boikot perlu dikelola dengan cermat agar tidak berdampak negatif pada tenaga kerja. Menurutnya, penjualan yang turun akibat boikot tanpa dasar jelas bisa memaksa perusahaan melakukan efisiensi hingga berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK).
“Jadi meskipun tujuannya baik, perlu dipikirkan dampaknya agar tidak justru merugikan pekerja dan perekonomian nasional,” kata Mirah kepada wartawan, Selasa (16/9/2025).
Senada, Ketua PBNU Bidang Pemberdayaan Perekonomian, Eman Suryaman, mengingatkan masyarakat untuk berhati-hati dalam memilih produk yang diboikot. Ia menekankan bahwa sebagian besar perusahaan publik di Indonesia adalah milik investor domestik, meski ada saham minoritas yang dimiliki asing.
“Di media sosial belakangan ini, sejumlah pihak aktif mengampanyekan boikot produk hanya karena sebagian kecil sahamnya dimiliki investor asing tertentu. Hal seperti ini tidak tepat,” ujarnya dalam sebuah diskusi di Cirebon.
Tokoh muda Nahdlatul Ulama, Nadirsyah Hosen (Gus Nadir), juga menegaskan pentingnya literasi dan verifikasi data dalam gerakan boikot. Ia menilai banyak informasi boikot di media sosial yang tidak akurat dan dapat menyesatkan publik.
“Daftar produk yang beredar di masyarakat seringkali tidak jelas sumbernya. Jangan sampai boikot salah sasaran,” tegas dosen Melbourne University itu.
Sementara itu, di level global, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah merilis daftar 48 perusahaan internasional yang terbukti mendukung pendudukan Israel dan pelanggaran HAM berat di Gaza. Laporan tersebut dinilai bisa menjadi acuan agar gerakan boikot lebih tepat sasaran.
Dengan demikian, semangat solidaritas untuk Palestina tetap perlu dijalankan dengan bijak, berbasis data, serta memastikan tidak mengorbankan pekerja dan kepentingan ekonomi nasional.
(HP)