Suara Bersama

Komisi III DPR Desak Bersih-Bersih di MA: Potret Buruk Dunia Peradilan

Jakarta, Suarabersama.com – Kasus megakorupsi yang melibatkan mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar, semakin memperdalam luka kepercayaan publik terhadap institusi peradilan tertinggi di Indonesia. Tak tanggung-tanggung, Zarof diketahui menerima gratifikasi fantastis berupa Rp 915 miliar dan 51 kilogram emas batangan, yang sebagian besar disimpan dalam amplop berlabel nomor perkara.

Kondisi ini mendorong kritik tajam dari kalangan legislatif. Anggota Komisi III DPR RI, Muhammad Nasir Djamil, dalam fit and proper test calon hakim agung Annas Mustaqim, menyampaikan bahwa skandal ini bisa menghancurkan fondasi moral lembaga MA.

“Kalaulah dibuka hakim mana saja, kasus apa saja, barangkali roboh itu gedung Mahkamah Agung. Itulah potret kita lihat saat ini,” ujar Nasir, Selasa (9/9/2025).

Vonis Berat & Bukti Menguatkan Peran “Makelar Kasus”

Di tingkat banding, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat hukuman Zarof dari 16 menjadi 18 tahun penjara. Ketua majelis hakim Albertina Ho menyatakan Zarof terbukti melakukan pemufakatan jahat dalam percobaan suap terhadap hakim kasasi, termasuk dalam perkara pembunuhan Gregorius Ronald Tannur, serta menerima gratifikasi dalam berbagai perkara lainnya.

Selain pidana badan, ia juga dikenai denda Rp 1 miliar subsidair enam bulan kurungan. Uang tunai dan emas batangan yang ditemukan di rumah Zarof di kawasan Senayan, Jakarta Pusat, disita negara.

Fakta mencengangkan muncul saat penyidik Kejaksaan Agung melakukan penggeledahan: uang dan emas itu disimpan dalam kantong serta amplop yang ditandai nomor perkara, yang memperkuat indikasi bahwa Zarof bertindak sebagai makelar kasus internal MA.

Terjerat Lagi: Suap di MA & PT DKI

Belum selesai dengan vonis sebelumnya, Zarof kembali ditetapkan sebagai tersangka baru dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di PT DKI Jakarta dan Mahkamah Agung untuk periode 2023–2025.

Dalam kasus ini, ia diduga bekerja sama dengan pengacara Lisa Rachmat dan pihak berperkara Isidorus Iswardojo, dalam skema suap yang mengalir hingga ke hakim tingkat banding dan kasasi.

Dari total sekitar Rp 6 miliar, Zarof disebut menerima Rp 1 miliar sebagai fee, sementara sisanya digunakan untuk memuluskan suap ke majelis hakim.

Reformasi Peradilan di Ujung Tanduk?

Kondisi ini mencerminkan tantangan serius dalam reformasi lembaga peradilan. Meskipun pimpinan MA kerap mengingatkan hakim agar mematuhi kode etik dan pedoman perilaku, godaan korupsi tetap nyata.

Calon hakim agung Annas Mustaqim, dalam sesi uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test), mengakui bahwa upaya menjaga integritas harus terus diperkuat dari dalam.

“Harusnya rekan-rekan hakim yang mempunyai iman yang lebih kuat harus mengingatkan atau setidak-tidaknya menasihati agar berperilaku sebagaimana kode etik dan pedoman perilaku hakim,” ujarnya.

Sebanyak 13 calon hakim agung dan tiga calon hakim ad hoc HAM, termasuk Annas, telah menjalani proses fit and proper test di Komisi III DPR RI pada Selasa (9/9). Setiap kandidat diberi waktu maksimal 90 menit, termasuk 15 menit untuk mempresentasikan makalah atau perkenalan diri. (*)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

4 × two =