Jakarta, Suarabersama.com – Grafolog sekaligus pengamat perilaku, Gusti Aju Dewi, mengungkap fakta mengejutkan terkait dugaan manipulasi video viral penangkapan anggota TNI oleh Brimob saat terjadi kerusuhan di Palembang. Ia menuding Ferry Irwandi—aktivis, pegiat media sosial, dan CEO Malaka Project—telah melakukan pengubahan konten video tersebut.
Menurut Gusti, Ferry menyisipkan kalimat tambahan dalam video asli saat tampil di program Rakyat Bersuara yang ditayangkan di Inews TV dengan tema “Aksi Massa, Siapa Berada di Baliknya?” pada Selasa, 2 September 2025.
Gusti menekankan bahwa Brimob Palembang sebenarnya telah memberikan klarifikasi bahwa penangkapan tersebut adalah salah tangkap. Namun Ferry justru dianggap menambahkan narasi yang bisa memicu kesalahpahaman, seolah-olah memprovokasi masyarakat untuk menentang TNI.
Pernyataan itu diunggah Gusti melalui akun Instagram pribadinya @gustiajudewi, dalam bentuk gambar dan narasi tertulis.
Sebelumnya, video yang memperlihatkan penangkapan anggota TNI oleh Brimob ditayangkan atas permintaan Ferry di acara televisi tersebut. Di video itu, terlihat seorang anggota Brimob menangkap anggota TNI karena disangka terlibat dalam kerusuhan, lalu menanyakan identitas kesatuan sang prajurit.
“Kamu anggota mana kamu?”
“Kavaleri” jawab anggota TNI.
“Kavaleri ikut rusuh Kavaleri di Palembang. Saya laporin Panglima TNI dikau,” jawab sang anggota Brimob.
“Aku ndak ada melok (-bahasa Palembang artinya: aku tidak ikut),” bantah si anggota TNI.
Setelah video tersebut ditayangkan, Ferry langsung memberikan interpretasi ulang terhadap dialog dalam rekaman tersebut.
“Kapolri Kapolri ini ikut rusuh Kapolri saya laporin Panglima TNI. Terus dia bilang si orangnya, bukan cuma saya Pak, kata orang TNI ini. Anyway,” ujar Ferry, yang kemudian mengalihkan pembicaraan ke topik lain soal aksi massa.
Gusti menilai penambahan kalimat tersebut adalah kesalahan serius.
“Itu menggiring opini publik seolah-olah TNI adalah dalang kerusuhan massa. Artinya, Ferry sengaja membenturkan rakyat dengan TNI,” ujar Gusti Aju.
Lebih lanjut, ia menilai tindakan Ferry sebagai penyebaran disinformasi yang berbahaya. Bahkan, menurutnya, video itu terus diunggah berulang kali di media sosial, meski sudah ada klarifikasi.
“Dan akhirnya bisa dianggap benar oleh rakyat,” tambahnya.
“Di mana dikenal sebagai The illusory truth effect (Hasher et al., 1977; Fazio et al., 2015),” tulis Gusti.
Ia menjelaskan bahwa illusory truth effect adalah kondisi psikologis di mana kebohongan yang diulang-ulang akan dipercaya sebagai kebenaran.
“Pertama kali dibuktikan tahun 1977 lewat riset di Villanova University and Temple University,” tambah Gusti.
Gusti mempertanyakan niat Ferry, “Jadi, kalau Ferry benar-benar tidak punya maksud memecah belah bangsa, kenapa dia menolak klarifikasi?13 kali Saya Minta Klarifikasi, Ferry Irwandi Menolak. Kalau Bukan untuk Memecah Belah Bangsa, Kenapa Takut Klarifikasi?” tanya Gusti.
Menurutnya, menolak klarifikasi berarti membiarkan kebohongan terus dipercaya dan menciptakan dampak destruktif.
“Provokasi, kebencian → konflik → kerusuhan → REVOLUSI untuk menggulingkan pemerintah. Jika benar demikian maka .. Apa yang terjadi bukan sekadar salah ucap melainkan FITNAH yang terencana dan sangat berbahaya bagi bangsa,” ujar Gusti.
“Repost jika kalian masuk dalam BARISAN WARAS. Saya berjuang untuk Sila ke-3 Pancasila : Persatuan Indonesia.”
Lebih lanjut, Gusti menyebut bahwa Ferry justru mengancam dirinya ketika diminta klarifikasi.
“Disinformasi = Bahaya, Bikin Chaos Negara. Kalau Benar, tidak menambah kalimat dari video asli TNI-Polri dengan sengaja), tinggal Klarifikasi Aja kan? Kok Malah Ngancam saya?,” katanya.
Gusti menegaskan bahwa ini bukan urusan pribadi, tapi menyangkut tindakan yang bisa merusak bangsa.
“Saya tidak sedang ribut personal dengan siapapun. Yang saya soroti adalah perilaku berbahaya: menyebarkan disinformasi, fitnah, dan kebencian.”
“Kalau dibiarkan, ini akan terus memecah rakyat melawan aparat, bahkan melawan negara. Itu bukan demokrasi, tapi tirani.”
“Provokasi justru menebar permusuhan dan membahayakan bangsa. Mari sama-sama jaga ruang publik. Stop disinformasi, stop fitnah, stop kebencian,” pungkasnya.