Jakarta, Suarabersama.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan penanganan kasus dugaan korupsi kuota haji 2023–2024 melibatkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Keterlibatan PPATK diperlukan untuk menelusuri aliran dana yang diduga terkait dengan perkara ini.
“Termasuk juga hal-hal yang berkaitan dengan rekening, itu pasti dilakukan koordinasi dengan pihak PPATK,” kata Ketua KPK Setyo Budiyanto, Senin (18/8/2025).
Setyo menjelaskan, dokumen hasil analisis PPATK akan menjadi acuan penting bagi penyidik. “Nanti dari PPATK hasilnya terbit, muncul penjelasan di dokumen tersebut, maka bisa dipastikan apakah informasi itu benar atau tidak,” ujarnya.
Selain itu, KPK juga mendalami keterangan para pihak, mulai dari saksi hingga calon tersangka, untuk dicocokkan dengan dokumen yang telah diamankan. Berdasarkan perhitungan awal, kerugian negara akibat dugaan korupsi kuota haji mencapai lebih dari Rp1 triliun. Angka tersebut masih menunggu penghitungan resmi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Kasus ini mencuat setelah adanya dugaan pembagian kuota haji tambahan sebanyak 20.000 jemaah tidak sesuai aturan. Sesuai Pasal 64 ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019, kuota haji khusus ditetapkan sebesar 8 persen dari total kuota nasional, yang terdiri dari jemaah haji khusus dan petugas.
Dalam penyidikan, KPK mengamankan sejumlah dokumen dan barang bukti elektronik (BBE) dari rumah mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas (YCQ). Penyidik juga melakukan penggeledahan di rumah seorang ASN Kemenag di Depok, serta menyita sebuah kendaraan roda empat yang diduga terkait perkara ini.
Selain itu, KPK telah mencegah Yaqut beserta dua pihak swasta berinisial IAA dan FHM untuk bepergian ke luar negeri. Langkah ini diambil guna memastikan kelancaran proses penyidikan.
(HP)



