Jakarta, Suarabersama.com – Gelombang penolakan dari warga Kota Cirebon terhadap lonjakan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang mencapai hingga 1.000 persen terus mengalami peningkatan. Paguyuban Masyarakat Cirebon (PAMACI) mengonfirmasi rencana mereka untuk mengadakan aksi damai pada 11 September 2025 mendatang.
Sebagai bagian dari persiapan aksi tersebut, PAMACI berinisiatif membuka posko-partisipasi guna mendorong keterlibatan masyarakat yang terdampak oleh kebijakan ini.
“Ya, kami memang harus membela masyarakat yang sedang kesulitan dalam masalah PBB.”
“Untuk aksi yang kami wacanakan itu tanggal 11 September, sehingga sebelumnya mungkin kami akan buka posko di satu tempat untuk partisipasi masyarakat terhadap aksi damai ini,” ujar Adji Priatna, Ketua Harian PAMACI Kota Cirebon, pada Rabu malam (13/8/2025).
Adji menyatakan bahwa posko itu nantinya menjadi wadah bagi warga untuk menyampaikan aspirasi mereka atas penolakan terhadap Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024 yang menjadi dasar kenaikan PBB.
“Semoga ini bisa berjalan dengan lancar dan saya hanya berharap masyarakat Cirebon bisa bersatu atau guyub dalam menghadapi permasalahan-permasalahan yang ada di Kota Cirebon,” katanya.
Lebih lanjut, Adji melontarkan kritik terhadap kebijakan pemerintah kota yang dianggap lebih fokus pada peningkatan pendapatan pajak, sementara sektor lainnya justru terbengkalai.
“Pemerintah kota jangan hanya ngejar-ngejar pajak lah. Masih banyak sektor lain yang harus dibenahi, contoh lima BUMD kita, bobrok semua, Jadi itu yang mesti dipikirin dulu, jangan hanya pajak, pajak, dan pajak,” jelasnya.
Sementara itu, Hetta Mahendrati selaku Juru Bicara Paguyuban Pelangi Cirebon menyampaikan bahwa upaya penolakan terhadap kenaikan PBB telah dilakukan masyarakat sejak Januari 2024. Aksi-aksi yang telah dilakukan meliputi audiensi dengan DPRD, demonstrasi di jalanan, hingga pengajuan judicial review—namun seluruhnya belum membuahkan hasil.
“Kami sudah mengadu ke Presiden, Kemendagri, sampai BPK. Semua keluhan sudah kami sampaikan, tapi sampai detik ini belum ada satu pun jawaban,” tegas Hetta.
Ia menyayangkan keputusan pemerintah daerah yang menaikkan PBB hingga 1.000 persen di tengah proses pemulihan ekonomi pasca pandemi COVID-19.
“Tahun 2023 kita baru selesai pandemi, apakah bijak dinaikkan hingga 1.000 persen? Pemerintah bilang ekonomi naik 10 persen, tapi dari mana? Dari titik nol?” katanya.
Paguyuban Pelangi Cirebon sendiri membawa empat tuntutan utama, di antaranya pembatalan Perda No.1 Tahun 2024 serta pengembalian tarif PBB ke angka seperti pada tahun 2023. Jika tuntutan tersebut tidak dipenuhi dalam kurun waktu satu bulan, mereka berencana menggelar aksi lebih besar.
“Kalau di Pati bisa membatalkan kenaikan 250 persen, kenapa di Cirebon tidak? Kami akan terus berjuang sampai tuntutan ini dikabulkan,” pungkas Hetta.(*)



