Jakarta, Suaarbersama.com – Tiga remaja di Kabupaten Sragen harus berurusan dengan hukum usai melakukan aksi vandalisme dan mencoret bendera Merah Putih dengan tulisan “GAZA14”. Aksi tersebut terjadi pada Sabtu malam, 19 Juli 2025, di lingkungan SDN Gondang 2, Sragen. Kini, ketiganya terancam hukuman penjara maksimal lima tahun.
Kapolres Sragen, AKBP Petrus Parningotan Silalahi, menyampaikan bahwa tiga pelaku berinisial SAP (13), DPP (14), dan RM (15) awalnya membeli cat semprot Pylox untuk mengecat spion motor milik pacar salah satu pelaku. Namun, niat itu berubah dan berujung pada aksi vandalisme yang serius.
“Mereka awalnya hanya ingin mengecat spion motor, tapi kemudian malah mencoret-coret dinding sekolah dengan kata-kata kotor dan simbol-simbol tak senonoh,” ujar Petrus dalam konferensi pers, Senin (28/7).
Aksi vandalisme tersebut berlanjut hingga ke bendera negara. Ketiganya menurunkan bendera Merah Putih di halaman sekolah, lalu mencoretnya dengan tulisan “GAZA14” menggunakan cat semprot hitam, sebelum kembali mengibarkannya.
Menurut Petrus, tindakan tersebut tidak bisa dianggap sebagai keisengan biasa. “Ini bukan sekadar kenakalan remaja. Ini adalah bentuk penodaan terhadap simbol negara. Merusak bendera Merah Putih sama saja dengan mencederai kehormatan bangsa,” tegasnya.
Pihak kepolisian mengamankan sejumlah barang bukti, antara lain satu lembar bendera yang telah dicoret, satu kaleng cat semprot, sepeda motor Yamaha Nmax, dan pakaian pelaku yang terkena cat.
Terancam 5 Tahun Penjara, Namun Tidak Ditahan
Ketiga remaja tersebut dijerat Pasal 66 jo Pasal 24 huruf a jo Pasal 67 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan, serta Pasal 154a KUHP mengenai penodaan terhadap lambang negara.
“Ancaman hukumannya tidak main-main, bisa mencapai lima tahun penjara atau denda hingga Rp 500 juta,” ujar Petrus.
Meski demikian, karena ketiganya masih berstatus anak di bawah umur, polisi tidak melakukan penahanan. Mereka kini berada di bawah pengawasan Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Sragen, serta mendapat pendampingan psikolog dan penasihat hukum.
Kasatreskrim Polres Sragen, AKP Ardi Kurniawan, menambahkan, “Proses penyidikan dilakukan sesuai sistem peradilan anak. Kita kedepankan aspek perlindungan dan rehabilitasi.”
Polisi juga terus mendalami motif sebenarnya di balik aksi tersebut, serta mengimbau para orang tua dan pihak sekolah untuk meningkatkan pengawasan terhadap aktivitas remaja agar kejadian serupa tidak terulang.
(HP)



