Suara Bersama

Waspadai Beras Oplosan: Ciri-Ciri, Bahaya, dan Cara Mengenalinya Menurut Pakar IPB

Jakarta, Suarabersama.com – Meski tampak serupa, tidak semua beras aman untuk dikonsumsi. Sejumlah ahli dari IPB University mengidentifikasi beberapa ciri khas beras oplosan yang bisa terlihat secara visual dan berisiko bagi kesehatan jika dikonsumsi dalam waktu lama.

Guru Besar Teknologi Industri Pertanian dari IPB University, Prof Tajuddin Bantacut, menyampaikan pentingnya ketelitian masyarakat saat memilih beras. Ia mengungkap bahwa terdapat sejumlah indikasi umum yang menunjukkan beras tersebut telah dicampur dengan bahan lain, baik untuk memperbaiki penampilan maupun untuk menghemat ongkos produksi.

“Kalau nasi terasa beda dari biasanya, dari warna, bau, tekstur, dan bentuk butiran bisa dicurigai itu beras oplosan. Bisa jadi kualitasnya rusak atau bahkan mengandung zat asing,” kata Prof Tajuddin dalam keterangannya, sebagaimana dikutip dari situs resmi IPB University pada Senin (14/7/2025).

Beberapa ciri yang dijelaskan oleh Prof Tajuddin sebagai penanda beras oplosan antara lain:

– Warna yang tidak seragam: Dalam satu kemasan bisa ditemukan butiran beras putih bersih yang tercampur dengan yang kusam atau agak kuning.

– Perbedaan ukuran butiran: Beras asli umumnya berukuran seragam, sementara beras oplosan bisa mencampurkan bulir dengan panjang dan besar yang berbeda.

– Aroma yang janggal: Bau yang muncul bisa terasa apek, seperti bahan kimia, atau tidak segar sebagaimana bau khas beras baru.

– Nasi tidak pulen setelah dimasak: Nasi dari beras oplosan sering kali menjadi terlalu lembek, mudah basi, atau terlalu lengket.

– Adanya partikel asing saat dicuci: Jika saat mencuci beras terlihat serpihan plastik, serbuk putih, atau partikel tak dikenal lainnya, maka perlu diwaspadai.

Lebih lanjut, Prof Tajuddin mengingatkan bahwa dalam beberapa kejadian, beras oplosan dicampur bahan kimia seperti pemutih atau pengawet. “Kalau sampai ditambahkan zat kimia, bisa sangat berbahaya jika dikonsumsi terus-menerus,” ungkapnya.

Ada tiga bentuk praktik oplosan yang umum ditemukan di pasaran:

  1. Dicampur bahan lain seperti jagung: Praktik ini banyak ditemukan di wilayah tertentu. Meski tampaknya tidak berbahaya, hal ini bisa mengecoh pembeli bila tidak tercantum dalam label produk.

  2. Blending antar varietas beras: Misalnya menggabungkan beras kualitas rendah dengan yang premium untuk memperbaiki tampilan atau rasa. Tanpa transparansi, tindakan ini tetap termasuk penipuan.

  3. Beras rusak yang diproses ulang agar tampak baru: Ini adalah jenis yang paling membahayakan. Beras lama yang terkontaminasi jamur atau mikroorganisme diolah ulang agar terlihat putih bersih, bahkan kerap diberi zat kimia untuk mempercantik tampilan.

Mengonsumsi beras oplosan bukan hanya menurunkan kualitas rasa dan tampilan, namun juga berisiko terhadap kesehatan. Zat kimia seperti pemutih atau pengawet buatan bisa menimbulkan kerusakan organ dalam seperti hati, ginjal, serta organ vital lainnya jika terakumulasi di tubuh. Selain itu, konsumsi beras rusak juga dapat menyebabkan gangguan pencernaan, melemahkan sistem imun, bahkan menimbulkan risiko keracunan jika zat asing atau jamur masih tersisa meskipun sudah dibersihkan.

Agar terhindar dari bahaya beras oplosan, Prof Tajuddin memberikan beberapa saran: hindari membeli beras dari sumber yang tidak jelas atau tanpa label resmi. Selalu cuci beras sebelum dimasak dan perhatikan bila muncul benda asing saat pencucian.

Ia juga menekankan pentingnya penyimpanan beras dengan baik, maksimal selama enam bulan agar kualitas tetap terjaga. Warna, aroma, serta ukuran butiran beras juga sebaiknya diperhatikan sebelum membeli, dan jangan tergiur harga yang terlalu murah atau tampilan beras yang terlalu sempurna secara visual.

Sebagai penutup, Prof Tajuddin menyatakan bahwa Indonesia sebagai negara agraris seharusnya tidak hanya fokus pada peningkatan produksi beras. “Distribusi dan konsumsi juga harus dijaga agar kualitas pangan tetap aman dan merata,” ujarnya.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

nine − six =