Jakarta, Suarabersama.com – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa kekayaan negara mengalami kenaikan yang signifikan selama satu tahun terakhir. Hal ini terlihat dari pengelolaan aset negara yang meningkat sebesar 7,57 persen secara tahunan dari 2024 ke 2025, mencapai Rp 13.692,36 triliun pada tahun 2025.
“Pengelolaan aset negara telah mencapai Rp 13.692 triliun, naik 7,57 persen. Sebetulnya kemarin saya ingin menunjukkan 5 tahun kenaikan, tapi karena teman-teman mungkin agak keburu-buru, jadi datanya dapatnya 1 tahun saja. Untuk menunjukkan naiknya itu betapa cukup dramatis dari 1 tahun,” jelasnya saat rapat kerja bersama Komisi XI DPR di Jakarta, Senin (14/7/2025).
Sri Mulyani juga mengungkapkan bahwa target dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Dari 2024 ke 2025, target penerimaan negara naik sebesar 2,03 persen menjadi Rp 3.004,5 triliun, sedangkan belanja pemerintah pusat meningkat 2,34 persen menjadi Rp 2.701,44 triliun.
Transfer dana ke daerah juga bertambah sebesar 0,62 persen menjadi Rp 919,87 triliun, sementara pembiayaan utang naik 1,28 persen menjadi Rp 775,9 triliun.
“Ini menggambarkan betapa size dari APBN kita dari penerimaan, belanja, transfer, dan kekayaan negara itu melonjak cukup tinggi. Sementara Kementerian Keuangan relatif sizenya adalah tidak banyak berubah,” ujarnya.
Selain itu, rata-rata jumlah transaksi harian dalam pengelolaan keuangan negara juga mengalami peningkatan. Data faktur pajak yang diolah oleh Kemenkeu saat ini lebih dari 2,3 juta, SPM mencapai 22.894 dokumen, dan dokumen kepabeanan sejumlah 39.680.
Dari sisi pemangku kepentingan, cakupan yang dijangkau Kemenkeu meningkat menjadi 99 kementerian dan lembaga (K/L), dibandingkan tahun lalu yang hanya 86 K/L. Cakupan pemerintah daerah juga naik mencapai 546 pemda dan 75.266 desa.
Begitu pula dengan satuan kerja (satker), yang kini mencapai 19.439, jumlah wajib pajak meningkat menjadi 82,23 juta dari sebelumnya 80,11 juta, serta 148.000 eksportir dan importir. “Ini adalah volume kegiatan yang harus dijawab tidak selalu dengan nambah orang, tapi investasi di bidang sistem,” tuturnya.