Jakarta, Suarabersma.com – Mulai tahun 2029, pelaksanaan pemilu nasional dan daerah tidak akan lagi digelar secara serentak. Hal ini diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dalam sidang putusan pada Kamis, 26 Juni 2025.
Dalam amar putusannya, MK menyatakan bahwa pemilu legislatif DPRD dan pemilihan kepala daerah (pilkada) akan dilakukan secara terpisah dari pemilihan presiden, DPR, dan DPD. Jadwal pelaksanaannya ditetapkan paling cepat dua tahun dan paling lambat dua setengah tahun setelah pelantikan Presiden, DPR, dan DPD RI.
Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo menyampaikan bahwa MK mengabulkan sebagian permohonan uji materi perkara nomor 135 yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), melalui ketuanya Khoirunnisa Nur Agustyati dan bendahara Irmalia Darti.
“Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian dua menyatakan pasal 167 ayat 3 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum […] bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang ke depan tidak dimaknai,” ujar Suhartoyo dikutip dari Metro TV, Senin, 30 Juni 2025.
Lebih lanjut, MK menyatakan pemungutan suara tetap dilakukan serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, namun pemilihan DPRD serta kepala daerah akan digelar di waktu berbeda:
“Pemungutan suara dilaksanakan secara serentak untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Presiden Wakil Presiden dan setelahnya dalam waktu paling singkat dua tahun atau paling lama 2 tahun 6 bulan sejak pelantikan […] dilaksanakan pemungutan suara serentak,” tegas Suhartoyo.
Putusan ini menjadi titik penting dalam desain ulang sistem pemilu nasional yang dinilai selama ini terlalu kompleks dan membebani penyelenggara. MK juga menyoroti dampak negatif pemilu serentak seperti beban logistik berlebih, minimnya kaderisasi partai, serta meningkatnya praktik politik transaksional.



