Suara Bersama

Penulisan Ulang Sejarah Nasional Dipercepat, Libatkan Ratusan Ahli dari Seluruh Indonesia

Jakarta, Suarabersama – Upaya penulisan ulang sejarah nasional Indonesia kini memasuki tahap strategis sebagai kelanjutan misi besar Kementerian Kebudayaan. Proyek ini bukan inisiatif baru, melainkan bagian dari visi jangka panjang sejak kementerian tersebut dibentuk.

Menteri Kebudayaan Fadli Zon menegaskan komitmen pemerintah dalam menyusun ulang sejarah Indonesia secara utuh dan inklusif. Dalam rapat terbuka bersama Komisi X DPR RI pada akhir Mei 2025, Fadli menyampaikan bahwa sebanyak 113 sejarawan dari berbagai daerah telah dilibatkan dalam penulisan ini.

Ia menjelaskan bahwa sejarah nasional terakhir diperbarui pada tahun 2008 dan hanya mencakup hingga masa Presiden Habibie. Kini, sejarah akan ditulis ulang secara komprehensif mulai dari zaman prasejarah—sekitar 1,8 juta tahun lalu—hingga pemerintahan saat ini.

Proyek ini akan dituangkan dalam sepuluh jilid, masing-masing disusun oleh tim ahli sesuai periode keahlian mereka. Tim terdiri dari akademisi, peneliti, dan pakar multidisipliner seperti sejarahwan, arkeolog, antropolog, hingga arsitek, dengan sistem editor per-jilid dan satu editor utama.

Fadli menegaskan bahwa tujuan utama penulisan ini adalah membangun narasi sejarah dari sudut pandang Indonesia sendiri, bukan dari perspektif kolonial yang selama ini banyak digunakan. Ia mencontohkan bagaimana istilah seperti “politionele actie” digunakan dalam versi sejarah kolonial untuk menyebut agresi militer Belanda, sementara tokoh seperti Bung Tomo dilabeli ekstremis.

“Kita ingin menulis sejarah dari perspektif kita, bukan dari kacamata pihak luar. Bung Tomo adalah pahlawan nasional, bukan ekstremis,” jelasnya.

Selain perubahan sudut pandang, penyesuaian istilah juga dilakukan. Istilah “Orde Lama” dianggap tidak tepat karena tidak digunakan pada zamannya dan akan diganti dengan pembabakan berbasis sistem politik seperti Demokrasi Liberal, Demokrasi Terpimpin, Orde Baru, dan Era Reformasi.

Proyek ini juga akan memasukkan temuan-temuan arkeologis terbaru, seperti lukisan gua Leang Karangkuang yang diperkirakan berusia 52.000 tahun—salah satu bukti ekspresi budaya tertua di dunia. Penemuan situs Bongal di Tapanuli, yang mengindikasikan masuknya Islam pada abad ke-7 Masehi, juga akan dimasukkan ke dalam narasi baru, membuka kemungkinan revisi besar dalam kronologi sejarah Islam di Nusantara.

Menanggapi kritik terhadap draft awal yang dianggap minim mencantumkan pelanggaran HAM, Fadli menegaskan bahwa penulisan sejarah ini bertujuan menyajikan narasi konstruktif, meskipun tidak akan mengabaikan peristiwa penting seperti konflik etnis dan keagamaan selama era Reformasi.

“Kalau ingin menulis semua secara detail, bisa sampai 100 jilid. Tapi tujuan kita adalah membangun satu narasi sejarah nasional yang utuh dan memperkuat jati diri bangsa,” ujarnya.

Proyek penulisan ini ditargetkan rampung sebelum 17 Agustus 2025, bertepatan dengan peringatan 80 tahun kemerdekaan Indonesia. Buku ini juga direncanakan masuk ke dalam kurikulum pendidikan untuk memperkuat pemahaman sejarah generasi muda.

“Jangan sampai anak-anak kita tidak tahu siapa Sutan Sjahrir, atau mengira Soekarno-Hatta itu satu orang. Sejarah adalah kunci untuk memahami jati diri bangsa,” pungkas Fadli.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

19 − 2 =